Mohon tunggu...
Dina Oktaviani
Dina Oktaviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Salah bukan berarti gagal, Hwaiting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Purnama Madinah: Khadijah binti Khuwaylid bin Asad dalam Karya Ibnu Sa'ad

13 Juni 2023   22:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   23:41 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ibnu Sa'ad, yang juga dikenal sebagai Abu Abdillah Muhammad Ibn Sa'ad, adalah seorang penulis Muslim yang sangat dihormati dalam bidang biografi. Karya monumentalnya, Ath-Thabaqat Al-Kubra, merupakan salah satu kumpulan biografi paling awal dan paling penting dalam sejarah Islam. Ibnu Sa'ad dilahirkan di Basrah pada tahun 168 Hijriyah dan meninggal di Baghdad, Irak pada tahun 230 Hijriyah. Meskipun usianya relatif singkat, kurang dari 62 tahun, Ibnu Sa'ad meninggalkan warisan intelektual yang mendalam dalam dunia biografi Islam.

Purnama Madinah adalah salah satu karya Ibnu Sa'ad yang memuat kisah tentang sekitar 600 wanita dari Makkah dan Madinah yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Buku ini merupakan terjemahan ringkas dari jilid kedelapan kitab Ath-Thabaqat Al-Kubra yang ditulis oleh Ibnu Sa'ad. Ath-Thabaqat Al-Kubra adalah sebuah kumpulan biografi dalam dunia Islam yang ditulis oleh Ibnu Sa'ad pada abad kedua Hijriyah. Purnama Madinah memberikan gambaran komprehensif tentang wanita-wanita yang memainkan peran penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.

Buku Purnama Madinah yang ditulis oleh Ibnu Sa'ad diterbitkan pada tahun 1995 dan terdiri dari 14 bab yang berbeda. Bab pertama membahas tentang cara Rasulullah menerima baiat dari kaum perempuan. Bab kedua membahas tentang Khadijah binti Khuwaylid, sedangkan bab ketiga membahas putri-putri Rasulullah. Bab keempat membahas bibi-bibi Rasulullah dari pihak ayah. Bab kelima membahas istri-istri Rasulullah.

Bab enam membahas perempuan yang dinikahi oleh Rasulullah tanpa menyempurnakan perkawinan itu, serta perempuan-perempuan yang diceraikan oleh beliau beserta alasan-alasannya. Bab tujuh dan delapan juga membahas topik yang serupa, yaitu perempuan yang dinikahi oleh Rasulullah tanpa menyempurnakan perkawinan dan perempuan-perempuan yang diceraikan beserta alasannya. Bab sembilan membahas berbagai topik mengenai istri-istri Rasulullah.

Bab sepuluh membahas perempuan-perempuan dari suku Quraisy, sekutu mereka, orang-orang yang melindungi mereka, dan perempuan-perempuan Arab yang diasingkan. Bab sebelas membahas perempuan-perempuan Muhajirin yang bukan berasal dari suku Quraisy. Bab dua belas membahas perempuan-perempuan Muslim Anshar dan Aws. Bab tiga belas membahas nama-nama perempuan dari suku Khazraj. Sedangkan, bab empat belas membahas perempuan-perempuan yang tidak meriwayatkan hadis dari Rasulullah, tetapi mewarisi pengetahuan dari istri-istrinya atau sumber lainnya.

Dalam penjelasannya, penulis akan membahas satu bab dari karya Ibnu Sa'ad yang berjudul Purnama Madinah. Hal ini dilakukan agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas, dan juga untuk memfokuskan pembahasan pada satu topik atau tokoh yang akan diungkap. Dalam kesempatan ini, penulis akan membahas Bab kedua dari buku tersebut, yang membicarakan tentang seorang tokoh wanita yang sangat dikenal di kalangan Muslim, yaitu Khadijah binti Khuwaylid bin Asad.

Dalam buku ini, penulis menaruh minat pada Khadijah dari antara 600 perempuan yang dibahas. Penulis tertarik pada Khadijah karena dalam perspektif historis-genealogis yang dijadikan acuan oleh Ibnu Sa'ad, Khadijah dianggap sebagai wanita pertama yang diperkenalkan dalam buku karya Purnama Madinah dengan alasan kedekatannya dengan Nabi melalui hubungan kekerabatan dan peran pentingnya dalam sejarah awal Islam. Oleh karena itu, Ibnu Sa'ad memilih untuk menjadikan Khadijah sebagai istri pertama, tokoh pertama serta perawi pertama yang dibahas dalam biograf buku ini.

Khadijah binti Khuwaylid bin Asad lahir dari ibu bernama Fathimah binti Za'idah bin Asamm dan ayah bernama Khuwailid bin Asad. Dia lahir 15 tahun sebelum Tahun Gajah, tepatnya pada tahun 556 M di Makkah. Khadijah dipinang oleh Waraqah bin Naufal, tetapi mereka tidak menikah. Sebagai gantinya, Khadijah menikah dengan Abu Halah, yang sebenarnya bernama Hindun bin Nasabbash bin Zurarah dari suku Tamim. Ayahnya adalah tokoh terkemuka di kaumnya dan tinggal di Makkah, bersekutu dengan puak Abdu Dar bin Qusay. Suku Quraisy diwajibkan menikah dengan sekutu mereka. Khadijah kemudian memiliki dua anak laki-laki dari Abu Halah bernama Hindun dan Halah.

Setelah kematian Abu Halah, Khadijah menikah dengan Atiq bin Abid dari Makhzum. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama Hindun. Hindun kemudian menikah dengan sepupunya, Sayfi bin Umayyah bin Abid dari Makhzum, dan mereka memiliki seorang anak bernama Muhammad. Karena posisi Khadijah yang penting, kelompok ini dikenal sebagai Bani Muhammad. Mereka berada di Madinah dan akhirnya punah. Selanjutnya, Khadijah dikenal sebagai Ummu Hindun.

Pada usia 25 tahun, Rasulullah dikenal di Makkah dengan sebutan Al-Amin. Di Makkah, Khadijah juga terkenal sebagai seorang wanita kaya dan terhormat, dengan kafilah dagang yang sama dengan kafilah Quraisy secara umum. Ia mempekerjakan orang-orang dan membayar mereka dengan dasar kerjasama. Pada suatu saat, Khadijah mengirim utusan kepada Rasulullah untuk memintanya membawa barang dagangan ke Syria bersama budak bernama Maysarah. Khadijah berkata, "Aku akan memberimu upah dua kali lipat dari yang diberikan oleh orang-orang di kaummu." Rasulullah menerima tawaran tersebut dan pergi ke Basyrah, menjual barang dagangannya dan membeli barang lain, kemudian kembali dengan keuntungan dua kali lipat dari biasanya. Seperti yang dijanjikan sebelumnya, Khadijah memberikan upah dua kali lipat kepada Rasulullah.

Diriwatatkan bahwa Nafisah binti Umayyah, saudara perempuan dari Ya'la binti Umayyah mengatakan, "Khadijah mengutus saya untuk memberitahu Muhammad secara rahasia bahwa ia ingin menikah dengannya, dan dia setuju. Kemudian Khadijah mengirim utusan kepada pamannya, Amru bin Asad bin Abdulah Uzza, dan dia datang. Rasulullah datang bersama pamannya, dan salah satu dari mereka mengatur pernikahan mereka. Rasulullah menikahi Khadijah setelah kembali dari Syria. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas, paman Khadijah, Amru bin Asad, yang menikahkan mereka karena ayah Khadijah telah meninggal dalam perang Fijar. Muhammad Ibnu Umar berkata, "Para sahabat kami setuju dengan pernikahan itu dan tidak ada yang menentangnya." Pada saat pernikahan itu terjadi, Rasulullah berusia 25 tahun sementara Khadijah berusia 45 tahun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun