"Menghabiskan libur dengan bekerja adalah hal yang harus dijalani dengan lapang dada"
Sabtu 1 Januari 1994 hari pertama  tahun baru.  Malam itu  suasana begitu dramatis, awan gelap, suara gesekan daun yang saling bersahutan, suara kodok yang sedang bermain orkestra ditambah sesekali suara dentuman petir. Januari memang identik dengan basah dan hujan. Gadis kecil berumur 3 tahun  berambut sebahu dengan poni depan sedang termanggu menyaksikan keadaan. Melihat ibunya sedang meringkis kesakitan dengan perut yang besar. Seorang lelaki Nampak dengan cepat mengeluarkan motor tua .Ya saat itu alat transportasi yang kami miliki hanya motor.  Kala itu belum ada Gocar, Grab dan transportasi online lainnya. Para tetanggakupun tidak ada yang memiliki mobil yang bisa untuk dipinjam. Mobil menjadi barang yang sangat mewah pada masa itu.
Keaadaan memaksa seorang ibu berjuang menahan sakit menerobos hujan deras. Dibawah naungan jas hujan ponco ibu tadi melambaikan tangan kepadaku. Samar-samar motor tadi menghilang dari penglihatanku. Saat itu jalan di muka rumah masih remang-remang belum adala lampu jalan yang terang benderang.
Aku masih terdiam menyaksikan keadaan, tante dan kedua kakak laki-lakiku menemani. Mencoba menghangatkan suasana yang sedikit mencekam seperti film horror yang kala itu sering di bintangi oleh Suzana. Aku mencemaskan ayah dan ibuku sedang menerjang hujan dan jalanan berbatu untuk kerumah sakit yang ada di kecamatan tetangga, satu-satunya rumah sakit milik pemerintah yang ada kala itu di tempat tinggalku.
Setelah bersabar melewati deraian hujan dan menahan rasa sakit kontraksi, orang tuaku di sambut petugas kesehatan dengan sigap dan segera di lakukan tindak lanjut. Tengah malam menjelang subuh, 2 Januari 1994 terdengar tangisan keras seorang gadis kecil anak keempat dari sepasang suami istri. Gadis itu adalah adik bungsuku, sekarang dia tumbuh menjadi perempuan tegar yang kaki dan bahunya sekuat baja, tidak rapuh dan goyah walau diterpa angin dan hujan badai.
28 Tahun lalu sebuah kenangan dan perjuangan di tahun baru. Â Sebuah kisah tentang jasa nyata pengorbanan orang-orang yang bekerja tanpa mengenal tanggal merah. Bayangkan jika saat itu semua orang libur di tanggal 1, mungkin ibuku harus berjuang sendiri melahirkan tanpa bantuan petugas kesehatan. Seandainya kala itu semua orang libur di tengah malam, mungkin rumah sakit akan gelap dan tutup. Bukan mereka tidak ingin libur, namun tugas dan amanah yang membuat mereka tegar melewati hari libur tanpa keluarga. Sebuah tanggung jawab dan pemenuhan janji sumpah profesi.
Teruntuk semua yang masih bekerja di hari libur seperti tahun baru bahkan hari raya besar. Punggung  kalian begitu kuat Tuhan akan membalas semua kebaikan dengan balasan pahala yang berlipat ganda. Kehadiran kalian sungguh sangat berarti bagaikan sebuah sistem vital kehidupan. Bayangkan bila semua libur di tanggal merah maka sistem itu akan kacau bukan ?. Rumah sakit tutup, apotek tutup, kantor polisi tutup, pasar tutup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HDari kisah tahun baru 1 Januari 1994 menjadi motivasi untuk kita menjalani hidup lebih baik dan penuh rasa syukur di tahun 2022. Selamat tahun baru 2022 semoga hidup kita lebih berkah dan bergelimang rasa syukur.