Memeluk Hangat Sebuah Perbedaan
Â
Â
Pertama kalinya di bulan Juli 2022 lalu, saya bersama beberapa mahasiswa dan komunitas dari saudara disabilitas mengikuti program Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) untuk mengunjungi sebuah rumah ibadah salah satu agama resmi di Indonesia, yakni Konghuchu.ÂTepat berlokasi di Bio Hok Tek Tjeng Sin, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Tujuan kami berkunjung ialah untuk menjalin persahabatan dengan teman-teman lintas agama, juga untuk memahami betul bagaimana ritual keagamaan dari salah satu agama yang ada di Indonesia ini.Â
Di sana, kami disambut hangat oleh pribumi dan kemudian dikenalkan mengenai sejarah keagamaan beserta ritual-ritual keagamaannya secara berurutan. Ketika hendak beribadah, mereka sembahyang di altar Tian (Tuhan YME), lalu dilanjut dengan meminta izin kepada leluhur melalui Tian Te untuk masuk ke dalam Klenteng, lalu mereka berdo'a di altar Hian Thian Siang Te (Penguasa Langit Utara, pemimpin tertinggi para Dewa dan Dewa Langit).Â
Selanjutnya mereka pun menggunakan Hio (dupa) yang berbentuk lurus tipis, agar berbagai do'anya bisa sampai kepada Sang Tian (Tuhan YME) dengan hati yang lurus. Menurut keyakinan mereka, ketika berdoa dengan menggunakan hio tersebut dapat memberikan jawaban atas keresahan atau keraguan yang sedang dialami oleh manusia.
Adapun Dupa atau biasa yang disebut dengan Hio tersebut memiliki arti "harum". Kegunaan dari Hio tersebut ialah untuk menenangkan pikirannya, baik pada saat bermeditasi ataupun pada saat hendak berkonsentrasi. Hio juga berguna untuk mengusir hawa-hawa jahat yang berada di sekitar manusia dan berfungsi sebagai alat untuk mengukur waktu (biasanya ini sering digunakan pada zaman dahulu).Â
Karena agama adalah sebuah kepercayaan terhadap wujud spiritual, maka jika dikaitkan terhadap fungsi Ilmu Psikologi Agama, tentu Hio tersebut dapat melahirkan pengaruh agama terhadap sikap dan perbuatan seseorang yang dapat membuktikan cara seseorang berpikir, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan masuk ke dalam konstribusi kepribadiannya.
Selanjutnya, kami dikenalkan dengan Tian, atau yang mereka sebut dengan Tuhan. Tian merupakan subjek Yang Maha Ada, Maha Sempurna, Sang Pencipta Alam Semesta dan Sang Pemilik Keagungan. Adapun Nabi dalam agama Konghucu disebut dengan Nabi Kong Zi.Â
Guru Agama atau Pendeta dari Klenteng tersebut pun menjelaskan bahwa Tian digambarkan sebagai roh yang berkuasa atas segala sifat Yin dan Yang. Sedangkan Nabi Kong Zi adalah seseorang yang dipercaya dalam mengembangkan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada para Nabi sebelumnya. Karena, ia dianggap sebagai orang pertama yang menerima kelebihan spiritual dan pandai dalam menekuni ajaran-ajaran kuno Konghucu.
Setelah semua penjelasan mengenai sejarah, ritual keagamaan, hingga makna filosofis dari benda-benda yang disimpan di dalam Klenteng itu tersampaikan, kami semua diajak ke dalam sebuah ruangan penerimaan tamu khusus yang berada di lantai dua Klenteng tersebut. Setiap kami diminta untuk memperkenalkan diri yang mencakup nama, asal daerah, dan asal instansi.Â