Sewaktu saya masih SD, saya memang cukup sering mendengar nama Donald Pandiangan terutama di soal-soal mata pelajaran Penjaskes, alias Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Selain itu, saya juga ingat bahwa Indonesia pernah ikut serta dalam perlombaan olahraga tingkat dunia di Korea Selatan, yang disebut Olimpiade Seoul. Namun saya tidak tahu bahwa itu adalah keikutsertaan Indonesia yang pertama kalinya dalam Olimpiade, dan tidak ingat bahwa Indonesia dulu pernah bersinar dalam bidang olahraga panahan. Ya, panahan. Bukan badminton seperti yang sering kita dengar.
Panahan memang bukan olahraga yang populer, paling tidak pada saat badminton sedang jaya-jayanya, kecuali akhir-akhir ini saja ketika panahan mulai kembali ditekuni oleh anak-anak dan remaja. Saya sendiri sampai sekarang masih penasaran sama olahraga satu itu, yang katanya bisa bikin lengan dan bahu kita pegal-pegal setelah mencobanya untuk pertama kali, namun sekaligus bikin kita keren juga karena mendadak kita berubah menjadi Legolas atau Putri Arwen, karakter dalam film Lord of The Rings, ha ha...
Dalam film 3 Srikandi yang digarap production house Multivision Plus, saya seolah-olah diajak kembali mengingat prestasi yang diukir Indonesia pada zaman saya masih belia itu. Selain Donald Pandiangan, karakter tokoh-tokoh utama lainnya yang menjadi 3 Srikandi adalah para atlet panahan putri: Nurfitriyana yang diperankan Bunga Citra Lestari, Lilies Handayani atlet Surabaya medhok dimainkan dengan sangat kocak oleh Chelsea Islan, dan Kusuma Wardhani atlet asal Makassar yang diperankan sangat baik dengan logat Makassar kental oleh Tara Basro. Sebelumnya, tokoh Nurfitriyana jatuh ke tangan Dian Sastrowardoyo, namun karena alasan jadwal produksi film yang bentrok maka Bunga-lah yang mendapatkan peran cewek atlet yang usianya paling dewasa di antara kedua atlet lainnya.
Lalu, tokoh Donald Pandiangan yang menjadi karakter sentral karena dianggap berjasa dalam melatih ketiga atlet wanita hingga meraih medali perak di Olimpiade dimainkan oleh Reza Rahadian. Meskipun sering main dalam berbagai film, Reza yang memang piawai memainkan berbagai jenis karakter, mulai protagonis hingga antagonis, dari karakter lembut tapi tegas sebagai Tjokroaminoto sampai dengan karakter orang jenius macam Pak Habibie, di sini pun kemampuan aktingnya juga tidak diragukan. Hanya saja, saran saya kemunculannya di film-film jangan sering-sering, deh, soalnya terkadang saya melihat ada karakter Habibie yang muncul di karakter Donald, yah walaupun itu hanya pandangan subyektif saya, sih.
Jadi, singkatnya film ini bercerita tentang perjuangan masing-masing tokoh mencapai impiannya menjadi atlet panahan, meskipun harus mendapat berbagai tentangan dari keluarga. Nurfitriyana yang berayahkan seorang pensiunan TNI, tidak menyetujui keputusannya menjadi atlet. Sebaliknya, sang ayah ingin putrinya itu menyelesaikan skripsi dan meninggalkan kegiatan memanahnya, karena tidak memberikan masa depan yang bagus. Perlakuan sang ayah yang keras bak pimpinan pasukan sempat membuat Nurfitriyana terpaksa mengikuti pelatnas diam-diam tanpa seizin sang ayah. Ternyata, di balik kekerasan sikapnya itu sang ayah menyembunyikan kekecewaan yang mendalam terhadap institusi tempat ia mengabdi semasa hidupnya.
Lalu, ada Lilies yang berusaha memperjuangkan kisah cintanya dengan Denny (dimainkan oleh Mario Irwinsyah), seorang atlet pencak silat, ketimbang harus menikahi seorang pengusaha pilihan ibunya supaya masa depannya terjamin. Padahal, di sepanjang adegan film baru diketahui bahwa ayah ibunya Lilies yang ternyata juga mantan atlet. Sementara, Kusuma yang terpaksa keluar dari pekerjaannya sebagai sales sepatu demi berlatih panahan, juga harus menghadapi tuntutan ayahnya yang ingin ia jadi PNS. Donald sendiri pun bukan tanpa kisah. Atlet yang disebut-sebut sebagai Robin Hood-nya Indonesia ini juga menyimpan kekecewaan serta rasa frustrasi karena tidak jadi diberangkatkan ke Olimpiade Moskow hanya gara-gara politik luar negeri Indonesia pada saat itu. Ia sempat banting setir bekerja serabutan di bengkel, sebelum kemudian dipanggil oleh Pak Udi Harsono, pengurus persatuan panahan (diperankan oleh Donny Damara), untuk melatih atlet panahan putri di Pelatnas.
Meskipun film ini berkisah tentang para atlet panahan, namun detail mengenai olahraga panahan itu sendiri tidak terlalu dieksplor. Misalnya saja, bagaimana sistem skoring untuk Olimpiade, alat-alat apa saja yang perlu digunakan ketika berlatih dan bermain panahan, apakah ada perbedaan ukuran bow dan anak panah untuk atlet pria dan wanita.Â
Selain itu, saya juga berharap ada sedikit nilai filosofi yang disinggung di sini, misalkan kenapa olahraga panahan yang diangkat, dan bukan olahraga tidak populer lainnya yang juga pernah menorehkan prestasi di kancah regional maupun dunia seperti polo air atau angkat besi. Apakah ada kaitannya dengan kisah perwayangan seperti Arjuna atau tokoh dewa-dewi lainnya, dan sebagainya, maka itu judul filmnya pun menggunakan kata 'Srikandi'. Tetapi, karya pertama dari sang sutradara, Imam Brotoseno, patut diacungi jempol deh, karena sudah berhasil menyampaikan cerita ke dalam film dengan sangat baik.Â
Bagaimana pun, para aktor dan aktris yang bermain dalam film ini memang berakting maksimal, selain nama-nama mereka yang memang sudah dikenal publik Indonesia, sehingga membuat film ini layak ditonton keluarga. Setidaknya, kita tahu bahwa Indonesia menyimpan banyak atlet yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, asalkan didukung juga dengan fasilitas, sarana latihan yang memenuhi syarat, dan pastinya sokongan dari pemerintah. Viva Indonesia! ***
Durasi: 1 jam 30 menit
Sutradara: Iman BrotosenoPenulis skenario: Swastika Nohara, Iman BrotosenoProduser: Raam PunjabiPemain: Â Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, Tara Basro, Reza Rahadian