Yang saya ingat, terakhir kali bertemu Zara sekitar tahun 1997-1998 yang lalu. Saat itu kami hendak mengikuti program sekolah setingkat SMA selama satu tahun di luar negeri. Zara memilih negara Amerika Serikat, sedangkan saya ke Inggris.Â
Namun, terjadi kerusuhan dan krisis moneter yang menyebabkan saya batal pergi. Sementara, Zara tetap meneruskan impiannya ke negeri Paman Sam. Yang saya ingat, Zara anak yang ceria, nggak bisa diam, dan supel. Namun, saya tidak tahu bahwa ia punya minat dan bakat besar di bidang desain. Mungkin teman-teman dekatnya yang tahu.
Bertahun-tahun berlalu. Selentingan kabar yang saya dengar Zara mengambil kuliah desain di Italia. Saya tidak tahu tahun berapa persisnya, karena saya pun sempat melanjutkan S2 di negeri menara Pisa. Namun kami tidak pernah bertemu.Â
Saya juga pernah selintas membaca profilnya di sebuah majalah wanita nasional tentang keikutsertaannya di ajang Lomba Perancang Aksesoris Indonesia.Â
Saya ingat dari foto hasil karyanya yang dipamerkan di majalah tersebut, desain tas buatan Zara (di lomba tersebut Zara merancang tas), memang tidak biasa, unik. Bentuknya geometris, dengan bahan kayu.
Milan Design Week merupakan ajang berskala internasional mempromosikan produk-produk aksesoris dan desain terbaik Italia yang digelar selama seminggu setiap tahunnya sejak 1961. Dan, Zara Tentriabeng, nama lengkap Zara, merupakan satu-satunya disainer dari Indonesia yang berpartisipasi dalam ajang bergengsi tersebut.
Jika Kompasianer perhatikan dengan jeli, tas serta aksesoris rancangan Zara yang serba geometris memberi kesan karakter yang kuat serta tegas, dan konon ini membedakannya dengan produk-produk sejenis. Zara sendiri menuturkan ia sengaja memilih bahan kayu dan disain geometris karena justru tidak konvensional.Â
Meskipun sulit diolah, nantinya akan menjadi karya yang unik dan indah. Hm.. betul juga, jika kita ingin stand out atau tampil inspiratif dengan ciri khas pribadi, kita harus berani keluar dari mainstream alias arus kebanyakan. Di bidang apa pun itu.