Kasus Dwi Hartanto memang bikin terkejut hampir semua orang, terutama anak-anak mahasiswa yang sedang atau barau selesai menempuh pendidikan tinggi di luar negeri. Terbayang dulu rasanya kami tidak terpikir untuk membuat sebuah pengakuan bohong-bohongan mengenai prestasi atau riset yang kami raih kalau memang bukan hasil jerih payah sendiri, apalagi studi di luar negeri yang memang dirasakan lebih berat ketimbang di dalam negeri.
Ya saingannya pelajar-pelajar internasional, bo'. Kalau di Indonesia saingannya ya paling dengan pelajar-pelajar dari kota dan daerah lainnya, sedangkan di luar negeri ya dengan mahasiswa yang dianggap pintar serta tekun. Biasanya saingan terberat tuh pelajar dari Jepang, Rusia, Cina, juga para mahasiswa yang berdarah Yahudi. Jadi, jika kami berhasil menghasilkan sebuah prestasi internasional, rasanya bangga sekali karena artinya Indonesia tidak kalah dengan raksasa ilmuwan dari negara-negara tersebut. Kalau bohong kan, malunya setengah mati.
Tapi bukan itu yang akan saya tulis di sini. Melainkan ajakan kepada teman-teman dan adik-adik mahasiswa yang kini menempuh studi, baik di dalam maupun luar negeri. Mungkin benar, ada suatu sisi dalam diri kita yang haus akan pengakuan. Namun wadahnya tidak ada. Padahal mungkin kalian merasa, sudah susah-susah belajar, koq tidak diakui.
Kedua orang ini merupakan satu-satunya anggota IAPR dari Prancis yang menggagas ide untuk memasukkan Indonesia ke dalam keanggotaan IAPR atas dasar persahabatan dan kerjasama Prancis-Indonesia. IFI juga turut memberikan kontribusi finansial kepada Indonesia berupa biaya pendaftaran menjadi anggota.
Sementara itu, Dr. Anto Satriyo Nugroho dari BPPT ditunjuk menjadi pengurus IAPR dari Indonesia sebagai ketua, dan Harci Leslie Hendric Spits Warnars, Ph.D dari Universitas BINUS sebagai wakil ketua. Ada pula Dr. Suryadiputra Liawatimena, juga dari Universitas BINUS, yang menjadi sekretaris jenderal. Mereka ini diamanatkan untuk menyerahkan berkas pendaftaran IAPR Indonesia ke kantor IAPR Prancis pada awal bulan Desember nanti.
Nantinya akan ada lebih dari 200 orang peneliti Indonesia yang bergabung dengan lembaga ini dan dapat berkontribusi mempromosikan riset serta teknologi Indonesia di tingkat internasional, terutama di bidang Big Data, Neural Networks, Artifical Intelligence dan Computational Forensics. Setiap peneliti dan mahasiswa/i Indonesia yang ingin bergabung dapat mendaftar secara gratis.
Nah, Dwi Hartanto, serta teman-teman mahasiswa dan peneliti, sekarang kalian sudah punya wadah untuk berkarya dan memamerkannya kepada dunia . Info lebih lanjut tentang IAPR dapat diakses di www.iapr.org.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H