Berita pagi ini yang saya dengar, Arab Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Qatar atas dasar negeri itu menjadi pendukung aksi-aksi teror di dunia yang diboncengi Al-Qaida dan ISIS. Padahal, kedua negara Teluk ini sebelumnya merupakan sekutu yang sangat akrab. Aksi teror yang dimaksud, dan banyak terjadi selama beberapa tahun terakhir, berupa bom bunuh diri yang dilakukan oleh para ‘jihadis muda’ yang direkrut dari seluruh dunia. Termasuk dari Indonesia.
Peristiwa bom bunuh diri pun tidak hanya terjadi di negara-negara di Eropa seperti yang selama ini sudah sering kita dengar, melainkan juga di Indonesia. Masih segar di ingatan kita, bom bunuh diri di kawasan Thamrin pada tahun 2016 (baca: Teror Lagi di Kota Paris) ketika saya masih berkantor di kawasan sibuk Jakarta tersebut, dan terakhir pada tahun ini di Kampung Melayu, hanya dua hari menjelang bulan Ramadan.
Ironisnya, para jihadis muda, begitulah sang pelaku bom bunuh diri menyebut dirinya, rata-rata bergabung ke dalam jaringan internasional ISIS melalui media sosial Facebook. Padahal, mereka pun tahu bahwa Facebook punya orang Yahudi, dan segala macam hal yang ada kaitannya dengan Yahudi biasanya dianggap musuh bebuyutan.
Entah mengapa kali ini aksi tersebut kelihatan sangat kontradiktif. Kalau menurut salah seorang narasumber yang diwawancarai Bapak Noor Huda Ismail melalui film dokumenter Jihad Selfie, “Facebook kan sebagai wadahnya. Ini mempercepat proses perubahan revolusi. Orang kafir yang membuatnya, kita yang memanfaatkannya.”
Yah, setidaknya dari buku-buku mengenai aksi jihad yang pernah saya baca pada zaman kuliah, mereka yang ingin terjun ke medan peperangan di Chechnya, Kabul, Beirut, harus melalui proses yang sangat panjang dan selektif secara lahir bathin di gurun atau lokasi yang minim kenyamanan sampai akhirnya mereka teruji sanggup bertahan di kondisi serba kurang (tidak ada alat penghangat, makan seadanya, tidak mandi berhari-hari, dan lain-lain).
Kini, melalui film dokumenter berdurasi 45 menit yang digarap sebagai materi penelitian studi doktoralnya di Monash University, Noor Huda Ismail memaparkan bahwa perekrutan para calon jihadis yang dilakukan oleh jaringan Negara Islam Internasional ISIS ini menyasari siapa saja tidak pandang bulu melalui media online. Adalah seorang siswa asal Indonesia, Teuku Akbar Maulana, yang sedang mengenyam pendidikan setingkat SMA di sebuah sekolah di Kayseri, Turki.
Ia kepincut aksi temannya, Yazid, yang mengunggah foto dirinya di facebook mengenakan atribut yang saya ceritakan di atas tadi. Yazid pun memperlihatkan dialog-dialog intens-nya di Facebook dengan salah seorang anggota ISIS kepada Akbar, yang membuat Akbar terpana dan semakin ingin bergabung dengan ISIS.
Selain Yazid, ada juga pemuda seusianya asal Indonesia yang ikut terjun ke medan peperangan di Syria dan tewas, walaupun tidak jelas apakah matinya karena ikut terkena bom atau lebih karena kondisi medan sesungguhnya lebih keras ketimbang di Indonesia. Beruntung, Akbar tidak sempat menginjakkan kakinya ke sana, meskipun diperkirakan masih ada Akbar-Akbar lainnya yang akan terpikat aksi-aksi heroik seperti yang dilakukan Yazid dan rela mengarungi benua tanpa mengenal rimba. Hingga kini, tercatat sudah ada 500 orang asal Indonesia yang terlibat jaringan ISIS sejak tahun 2014. Dan, yang berhasil kembali ke Indonesia baru 152 orang.