Disutradarai oleh Adi Marsono , film berdurasi 14 menit ini terasa begitu panjang dan mencekam dengan minimnya dialog, minim adegan dan alur yang sangat lambat. Dengan kata lain, film pendek sarat pesan sosial satu ini berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri karena kesan spooky yang ditangkap mulai dari awal hingga akhir film. Padahal ini bukan film horor apalagi film hantu, loh!Â
4. Prenjak, In The Year of Monkey (2015)
Kalau film ini sudah pernah saya bahas ya sebelumnya dalam artikel saya berjudul 'Prenjak dan Tema Keluarga dalam Film-Film Wregas Bhanuteja''.Â
Sebagai bagian dari pemutaran film, diskusi yang disajikan kemarin juga menghadirkan sutradara masing-masing film, minus Wregas. Para sutradara menyampaikan bahwa jika ingin melihat wajah Indonesia yang sebenarnya, tontonlah film-film pendeknya. Bahkan, film-film pendek Indonesia sudah banyak yang menoreh prestasi di kancah festival film internasional tanpa sepengetahuan publik lokal, karena memang sayangnya belum mendapat tempat di hati masyarakat. Dengan kata lain, pasarnya belum ada.Â
Sayangnya acara diskusi berlangsung tidak begitu hidup seperti yang saya hadiri pada saat pemutaran Prenjak di pusat budaya lainnya. Entah mungkin tema diskusi yang agak berat, atau ketidakhadiran Wregas sendiri yang bisa menjadi magnet acara karena kenangan masyarakat Indonesia mengenai prestasinya di Festival Film Cannes masih segar dalam ingatan. Meskipun begitu, saya tidak menyangka bahwa acara perdana di BBJ ini dibanjiri penonton, yang didominasi anak muda, meskipun saat itu cuaca sangat tidak mendukung.
Maju terus untuk film-film pendek Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H