Pertama kalinya ikutan acara ngabuburit komunitas setelah dua tahun meninggalkan ibukota Jakarta, ya bareng Kompasianer-KPK Gerebek ini. Tepatnya pada hari Jum'at 17 Juni yang lalu di La Piazza Kelapa Gading, Jakarta Utara. Meskipun lahir dan besar di Jakarta, serta pernah menjadi warga Jakarta, saya tidak menyangka bahwa pada bulan puasa orang-orang Jakarta menjadi sedemikian rusuhnya ingin buru-buru mencapai tempat tujuan, agar bisa berbuka puasa bersama handai taulan, sanak saudara, keluarga atau teman-teman sejawat. Saking grusa-grusunya, jalanan ibu kota menjadi macet total, karena para penduduknya rebutan kursi kendaraan, baik itu bus umum, busway, bahkan hingga ojek!
Tapi bukan itu yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini, melainkan suasana ngabuburit dan berbuka bersama para anggota komunitas KPK Gerebek yang baru bisa saya nikmati pada jam tujuh kurang seperempat malam, setelah berjibaku dengan lalu lintas yang menguras esmosi jiwa, ha ha... Jadi, berbagai mal ibukota turut menyemarakkan suasana Ramadhan, terutama menjelang jam-jam berbuka. Tidak ketinggalan di antaranya La Piazza Kelapa Gading yang menyelenggarakan Festival Kuliner Ngabuburit sejak tanggal 10 Juni 2016. Terakhir kali saya mengunjungi kawasan Kelapa Gading adalah sekitar tiga tahun yang lalu, jadi memori saya tentang Kelapa Gading tidak jauh-jauh dari variasi tempat makan, pilihan kuliner berlimpah, mal yang selalu ramai.Â
Suasana di Kelapa Gading mengingatkan saya dengan kawasan sebelah barat Surabaya yang kebetulan juga dikelola oleh pengembang yang sama. Makanya suasananya sama persis, banyak tempat makan, pilihannya beragam, jauuuh dari sentra bisnis utama kota (yah setidaknya oleh pemerintahan lama, misalkan Surabaya sentra bisnis utama Tunjungan, Jakarta pusat aktifitasnya di Thamrin), bentuk-bentuk bangunannya serta dominasi warna juga sama. Oranye, merah, bulevar yang lebar... . Bedanya, di Surabaya saya tidak pernah menyambangi kawasan Ciputra-Pakuwon ke sana pada hari-hari di bulan puasa dan lebaran karena jauuuh, macet dan tidak ada kendaraan umum (waktu itu di sana belum ada gojek dan teman-temannya).
Berhubung saya sudah datang menjelang jam tujuh malam (jadi saya sudah berbuka yang manis-manis dulu di kantor sambil menunggu datangnya abang gojek tersayang), maka tiba di La Piazza saya sudah nggak terlalu nggeragas lagi, hahaha.. Tapi teteup sih saya jajanin voucher yang diberikan panitia yaitu berupa dua buah kartu senilai masing-masing Rp 50.000,- untuk saya belikan penganan manis, dan dua makanan berat a la Indonesia berikut:
1. Serabi Solo
Ingin tahu saja apakah serabinya memang seenak buatan asli Solo, apalagi saya sudah lama sekali tidak berkunjung ke kampung halaman Eyang Putri tercinta. Jadi, untuk mengobati rasa rindu, sekaligus untuk bekal berbuka hari berikutnya (maklum anak kos, hihihi...) saya memilih menu 1 paket berisi 4 serabi original + 4 serabi rasa coklat. Total harganya? Rp 36.000,- saja, Saudara-Saudara.
Dihidangkan di atas piring plastik beralaskan daun pisang, dengan nasi, sayur taoge, irisan kacang panjang, kacang tanah goreng, plus sambal plecing. Nikmatnya tiada taraaa, apalagi samba plecing-nya yang bikin lidah nyes hah-huh... tapi koq, porsi nasinya sedikit yah? Padahal saya masih lapar akibat esmosi jiwa, jadi saya lanjutkan berburu makanan berat berikutnya. Oya, harganya satu porsi Rp 38.000,-