Mohon tunggu...
Dina Helvy
Dina Helvy Mohon Tunggu... -

Seorang yang jenuh dengan prasangka-prasangka belaka

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wahabi Isu Jadul yang Dimunculkan Kembali di Indonesia

16 April 2010   07:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:46 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dasar, Wahabi kampungan” selintas komentar ini nangkring diblog. Dan ada beberapa komentar lagi yang bahkan menghina-hina Wahabi. Entahlah kenapa mereka menghina Muhammad Bin Abdul Wahab murid dari Ibnu Taimiyah ini. Atau mungkin dari buku-buku yang mereka baca, atau dari ustad-ustad mereka. Atau mungkin dari teman-teman yang lainnya. Wallahu’alam. Pokoknya mereka sepertinya sangat antipati terhadap Wahabi.

Oh iya, kenapa saya bilang Jadul (Jaman Dulu). Karena ternyata dulu pun sudah ada pencitraan Wahabi, sebagai orang yang akan menggilas tradisi yang tidak sesuai dengan aturan/syari’at Islam. Isu ini digulirkan untuk membendung pemahaman yang dibawa oleh sarjana-sarjana dari Arab Saudi (kebanyakan) untuk diajarkan di Indonesia.

Mari kita mengingat Kh. Ahmad Dahlan. Tokoh pembaharu Islam di Indonesia ini yang telah mendirikan Muhammadiyah sebagai pencetak generasi-genarasi Islam tersebut. Ternyata juga di cap sebagai Wahabi pada masanya. Dari perjuangan seorang Ahmad Dahlan yang belajar dari Arab Saudi dan datang kedaerahnya untuk membetulkan segala perilaku-perilaku peribadatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam untuk diluruskan kembali. Dan yang paling tragis, ketika Kh. Ahmad Dahlan akan membetulkan letak Surau untuk menghadap kearah kiblat umat Islam. Ditentang keras oleh kyai-kyai yang lainnya.

Dengan cercaan yang begitu banyak dari kyai-kyai tersebut. Akhirnya Kh. Ahmad Dahlan pun urung untuk membetulkan arah Surau menghadap kiblat. Bahkan seorang kyai menyatakan Kh. Ahmad Dahlan adalah seorang Wahabi yang bau kencur ingin merubah tradisi keberagamaan Jogja kala itu.

Namun Kh. Ahmad Dahlan pun tidak kehilangan semangat dakwahnya. Hingga harus membuat surau sendiri yang sesuai dengan arah kiblat umat Islam. Tetapi semangat dakwah beliau pun harus ternodai oleh seorang kyai, yang lagi-lagi ingin mematahkan dakwah Kh. Ahmad Dahlan. Seorang kyai tersebut mengajak para santri-santrinya untuk membakar surau Kh. Ahmad Dahlan yang tepat kearah kiblat umat Islam. Dengan alasan, karena telah menyalahi tradisi daerah setempat. Beruntunglah Allah memberikan pertolongan kepada Kh. Ahmad Dahlan. Lewat salah satu saudaranya, yang juga pembesar keraton waktu itu. Memberikan jaminan keamanan kepada Kh. Ahmad Dahlan dalam menyampaikan dakwahnya, di surau yang seusai dengan aturan Islam. Yaitu tepat menghadap arah kiblat umat Islam. Bahkan ketika Kh. Ahmad Dahlan ketika mengadakan shalat Iedhufitri di lapangan, malah menjadi sebuah tontonan yang aneh, dan tak kurang-kurangnya stigma Wahabi terus dimunculkan kala itu. Tetapi sekarang, banyak sekali yang sholat Iedhulfitri dilapangan-lapangan. Apa banyak orang yang sudah jadi wahabi?

Isu-isu wahabi yang digulirkan untuk menjatuhkan dakwah Kh. Ahmad Dahlan tersebut malah semakin membesar. Banyak orang-orang yang membenci Kh. Ahmad Dahlan karena aneh dalam melakukan pengajarannya. Namun, isu-isu wahabi yang digulirkan tersebut akhirnya terhempas juga. Dan entah siapa penggagas isu tersebut waktu itu.

Namun kini, Wahabi hadir kembali. Isu-isu wahabi dimunculkan kembali. Setiap orang yang aneh dalam beribadah atau tidak mau mengikuti tahlillan, yasinan, ziarah kubur, dll. Mereka dicap sebagai Wahabi. Bahkan dengan bangga ada orang yang begitu bersemangatnya, menfitnah salah satu ulama yang wajib kita hormati tersebut.

Saya (red, penulis) pernah menghadiri sebuah seminar “Islam dan Timur Tengah” disalah satu Universitas. Ketika itu ada seorang peserta dengan “pede” mengungkapkan keburukan-keburukan Wahabi (Muhammad Bin Abdul Wahab) dan penganutnya. Setelah lama berargumen. Salah seorang panelis menanyakan. Anda mendapatkan buku darimana? Setelah peserta tersebut menyebutkan buku-bukunya. Seorang panelis ini mengatakan, bahwa buku-buku yang menghujat Wahabi, lebih cenderung adalah buku-buku dari kaum syi’ah. Dan penulis-penulisnya pun tidak pernah diketahui siapa sebenarnya. Pernah suatu kali penulis dari buku-buku tersebut diundang untuk menjelaskan sejarah yang sebenarnya tentang Muhammad Bin Abdul Wahab, selama tiga kali undangan dan tiga kali acara. Tidak pernah hadir. Sehingga pada saat itu, semua ulama dan akademisi yang hadir menyatakan bahwa buku-buku yang menghujat Muhammad bin Abdul Wahab, adalah buku-buku yang harus dijauhi. Karena tidak diketahui kebenarannya. Hingga, sekarang. Muncul kembali isu wahabi ini.

Apakah membenarkan arah kiblat sholat adalah wahabi? Apakah sholat dengan aturan Islam itu adalah wahabi? Apakah hidup dengan aturan Islam itu Wahabi? Jika wahabi seperti itu. Maka lebih baik saya menjadi wahabi. Daripada menjadi orang-orang yang membakar masjid karena tidak setuju menghadap kearah kiblat umat Islam. Jadi jika anda melakukan cara yang sama seperti saya, maka bersiap-siaplah untuk mendapatkan cacian, makian, hujatan dan fitnahan. Tetapi tetaplah bersabar, karena “tidaklah lebih baik orang yang menghina dari orang yang dihina. Bahkan orang yang menghina adalah orang yang paling buruk perilakunya daripada orang yang dihina”. (sumber: suara01)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun