Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi, disamping faktor lain untuk menunjang proses produksi seperti keterampilan, waktu, dan modal yang dimiliki. Tenaga kerja memiliki hak-hak pekerja yang sudah diatur dalam UU No.13 Tahun 2013 tentang Ketenangakerjaan, diantara yang disebutkan adalah hak kesehatan pada dirinya (Ramadhanti, 2020).
Apalagi tenaga kerja adalah bagian penting dalam keberlangsungan perkembangan sebuah industri. Namun, mengenai permasalah kesehatan dan gizi tenaga kerja masih belum menjadi perhatian. Padahal tenaga kerja yang memiliki status gizi dan kesehatan yang baik akan mampu bekerja dengan optimal dan memiliki produktivitas kerja yang baik (Maghfiroh, 2019).
Status gizi yang dimiliki pekerja memiliki kaitan dengan produktivitas. Gizi kerja itu penting karena status gizi akan mempresentasikan kualitas fisik serta imun pekerja, juga dapat berfungsi sebagai komponen zat pembangun dan masukan energi ketika tubuh mengalami kelelahan dalam bekerja, serta dapat meningkatkan motivasi dalam bekerja yang akan menentukan produktivitas kerja (Ramadhanti, 2020).
Produktivitas kerja merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan tenaga kerja dalam menghasilkan barang dan jasa dalam waktu tertentu (Hafner et al, 2015). Tenaga kerja akan dinilai produktif apabila mampu menghasilkan barang dan jasa lebih banyak dari tenaga kerja lainnya ataupun lebih banyak dari target yang ditetapkan dalam waktu yang sama. Produktivitas dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya yaitu asupan gizi dan aktivitas fisik (Maghfiroh, 2019).
Asupan energi yang dimiliki tenaga kerja akan mampu menentukan kondisi kesehatan dan kemampuan fisik dalam melakukan pekerjaannya (Kemenkes RI, 2019). Asupan energi yang tidak sesuai dengan kebutuhan dapat mengganggu aktivitas kerja sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja.
Tingkat aktivitas fisik juga mempengaruhi produktivitas kerja, dimana aktivitas fisik dapat menentukan kondisi kesehatan pekerja secara keseluruhan. Kondisi tubuh yang baik akan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Aktivitas fisik yang rendah akan berakibat pada pengeluaran energi yang rendah, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas (Maghfiroh, 2019).
Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 menunjukkan  bahwa hampir satu miliar orang kekurangan gizi, sementara lebih dari 1 miliar lainnya mengalami obesitas atau bisa dikatakan kelebihan berat badan. Adapun kekurangan zat besi atau anemia dialami hingga 30% dapat menurunkan kapasitas kerja fisik dan kinerja. Di negara India, biaya kehilangan produktivitas, penyakit, dan kematian karena kekurangan gizi sebesar US$10-28 miliar atau 3-9% dari gross domestic product (GDP). Di Asia Selatan, kekurangan zat besi menyumbang kerugian sebanyak US$ 5 miliar dalam produktivitas. Obesitas dan Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi pada tenaga kerja. Obesitas dan Anemia dapat mengakibatkan kelelahan dan menurunkan kelincahan. Penelitan menunjukkan bahwa peningkatan kalori dalam asupan sebesar 1% akan menghasilakan peningkatan 2,27% produktivitas pekerja (Hartriyanti dkk, 2020).
Adapun permasalahan gizi tenaga kerja terutama di Indonesia itu cukup kompleks, seperti pola makan yang kurang baik (melewatkan sarapan pagi), ruang makan belum tersedia bagi pekerja, pemberian insentif makan masih berupa uang, dan belum jelasnya pembagian waktu istirahat dengan waktu kerja (Ramadhanti, 2020).
Kemampuan pekerja dalam mengakses makanan sehat dan mengambil waktu untuk makan di tempat kerja sering menjadi halangan untuk pemenuhan gizi yang baik. Hal ini terjadi karena sulit mendapatkan makanan yang baik di tempat kerja. Jika suatu perusahaan memiliki kantin, sering tidak menyediakan makanan yang sehat dan mematok harga yang tinggi untuk makanan yang disediakan (Hartriyanti dkk, 2020).
Masalah gizi pekerja sebagian besar karena kurangnya asupan makanan yang sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaan. Rendahnya nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi pekerja sehari-hari akan berakibat buruk pada tubuh, seperti pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampaun fisik menurun, bert badab menurun, muka pucat, kurang motivasi, bereaksi lamnam, apatis, dll. Apabila pemenuhan gizi selama bekerja tercukupi akan menurunkan kelelahan dan meningkat produktivitas kerja (Hartriyanti dkk, 2020).
Permasalahan gizi pada pekerja perlu diperhatikan secara serius. Tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkualitas sangat diperlukan perusahaan untuk menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Pencapaian kesehatan di lingkungan kerja sudah menjadi suatu kebutuhan. Makanan yang disediakan untuk pekerja hendaknya memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan syarat-syarat gzi, yaitu mengandung zat tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin, mineral, dan air). Komposisi antara ketiga zat tersebut harus seimbang dan diberikan dalam jumlah dan kalori yang tepat (Hartriyanti dkk, 2020)