Ketika melakukan perjalanan menuju sekolah tempat kami magang,kami harus melewati jalan yang bersemak kira-kira 100 meter. Ketika melewati jalan itu dengan terpaksa kami harus melepas sepatu dan menukarnya dengan sandal jepit. Selain bersemak jalan itu juga sering berlumpur. Tumbuhan putri malu menghiasi tepi jalan yang kadang membuat saya jengkel. Meskipun siputri malu menjengkelkan,tapi ada saja kode keras yang mau disampaikan.
Anehnya ,setiap melewati jalan itu saya akan memetik setangkai dari putri malu itu dan membawanya kesekolah. Bunganya yang cantik,berwarna pink dipadu dengan daun yang halus. Bunga itu akan saya masukkan di gelas yang berair kemudian saya letakkan diatas meja saya. Lumayan untuk menyegarkan mata.Â
Tadi pagi setelah saya meletakkannya diatas meja saya memperhatikan sungguh tanaman tersebut. Saya menyentuh bahkan meniup dunnya berulangkali. Setiap kali ditiup atau disentuh maka daunnya akan menutup diri dan terlihat seperti layu dan pucat. Jelas,tidak menarik lagi dan tidak segar lagi. Tetapi beberapa saat kemudian daun itu akan merekah kembali.
Ternyata gulma ini mampu untuk merepresentasikan pengalaman nyata kita setiap hari dan itu pantas untuk diperhitungkan. Hehehe. Dalam perjalanan hidup saya dan kita tidak bisa menghindari pertemuan atau perjumpaan dengan yang berasal dari luar diri kita. Sebagai mahluk sosial hal itu saya butuhkan,berelasi dengan orang lain. Tak bisa dipungkiri bahwa ada-ada saja orang yang menyentuh dengan cara yang tidak bersahabat. Entah itu melalui sikap,tutur kata dan lain-lain. Ada yang tanpa sengaja memperdengarkan cerita miring,ada pula yang memanaskan hati karena kompetisi.
Saya pikir puteri malu tak pernah berpikir panjang untuk menciutkan dirinya ketika bersentuhan dengan yang lain. Memang demikianlah adanya. Bagaimana dengan saya ketika bersentuhan dengan yang lain ? Menciut atau menyerang balik. Pada umumnya saya lebih banyak diam. Hmm..diam adalah salah satu senjata untuk melindungi diri. Betulkah demikian..?
Kesulitan yang terjadi karena pertemuan adalah sebuah keniscayaan. Entah bertemu dengan sesama,diri sendiri ,peristiwa. Â Saya tidak akan pernah bisa menghindar dari pertemuan ini. Ada saatnya bahwa saya harus bersama dengan orang yang tidak sepaham dengan saya,ada saatnya harus tinggal bersama orang-orang yang remuk hatinya.Â
Ada juga saatnya saya harus tinggal sendiri bahkan harus menjadipenanggung jawab bagi yang lain. Rentetan peristiwa ini sering membawa saya untuk berjumpa dengan diri saya. Saat itulah saya mampu menyadari bahwa pertemuan yang paling sulit dilakukan  adalah pertemuan dengan diri sendiri.Â
Tidak mudah memang bila dipertemukan dengan kelemahan-kelamahan yang ada pada diri. Tanpa disadari ada kecenderungan menolak dan ingin terlihat sempurna. Bersama dengan kelemahan ini juga kutemukan diriku yang unik. Bahwasanya saya memiliki banyak kemampuan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain.Â
Saya juga punya seribu satu cara untuk mendobrak kelemahan itu menjadi sesuatu yang baik. Sikap diam atau menyerang balik terkesan sebagai cara ampuh untuk melindungi diri. Padahal,jauh sebelumnya saya sudah dilengkapi dengan mekanisme pertahanan diri. Misalnya mulut untuk berbicara,hati tuk menimbang,dan otak untuk mencerna setiap perkataan.Â
Nah,hal lain yang lebih benilai dari puteri malu adalah selain mampu menciutkan daun juga mampu mengembangkan kembalu daunnya. Inilah yang saya perlukan agar sanggup meneruskan perjalanan. Bangkit dari keterpurukan. Bangun dari mimpi. Hadapi kenyataan tanpa harus pura-pura mati atau layu. Ingatlah bahwa setelah gelap akan muncul terang. Setelah kita jatuh mari bermenung dan memulai lembaran yang baru ,berusaha untuk lebih baik lagi.