Cinta bersifat "mencipta" dan menghasilkan sesuatu yang baru dan original. Hal ini amat jelas terlaksana dalam proses kelahiran seorang anak, dimana anak yang dilahirkan adalah pribadi yang yang baru, unik, pusat ber-"ada" yang baru, yang terarah kepada suatu otonomi, bebas dan bertanggungjawab. Dia serupa dengan orang tuanya tetapi sekaligus berbeda.Â
Sifat mencipta ini juga sungguh tampak dalam sebuah relasi. Dengan cinta, seseorang dapat memaafkan atau menolak memaafkan seseorang itu. Apabila seseorang itu menghendaki relasinya dengan sesamanya utuh kembali, dia akan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Setelah relasi direstorasi, suasana relasi itu bisa semakin lebih akrab dan bisa juga menjadi kaku. Inilah kekuatan cinta.Â
Berbeda halnya ketika seseorang menolak untuk memaafkan seseorang itu. Relasi yang terjalin akan semakin merenggang karena dipenuhi dengan lumpur-lumpur kebencian.Â
Dalam hal ini cinta yang mendominasi pada diri sendiri menciptakan dan menghasilkan penyimpangan dan kesalahpahaman bencana atas sebuah kerangka pemikiran yang terkungkung dalam kekejaman atau hamburan amarah.Â
Pantas dipertanyakan.. Mudahkah memaafkan? Mampukah aku memaafkan seseorang yang menolak permintaan maafku? Mengapa "menolak memaafkan" itu begitu mempesona sehingga itu kerap dirasa dan dipikirkan sebagai jalan terbaik ketika seseorang melukai hati atau memperlakukanku secara tidak baik dan adil?
How Can I Forgive You???
Memaafkan adalah suatu respon dari terjadinya suatu pelanggaran yang menyebabkan sakit hati, tidak peduli orang yang menyakiti tersebut tidak ada penyesalan, atau bahkan sudah mati. Sebuah tawaran yang radikal untuk mengalahkan efek menghancurkan dari rasa benci.Â
Tawaran atas sebuah model di luar kebiasaan untuk pemberian maaf yang benar-benar murni, yakni dengan memberi maaf sebesar permintaan maaf orang yang menyakiti kita.Â
Pemberian maaf bukanlah hadiah yang tidak berasalan, tetapi pengampunan yang harus diberikan. Sama seperti mencintai itu tidak pernah sendirian, demikian kiranya memaafkan juga tidak pernah sendirian.Â
Memaafkan secara tulus berbeda dengan pemberian maaf atau pengampunan secara picisan. Pengampunan picisan adalah sebuah penghapusan kesalahan yang cepat dan mudah tanpa memerlukan emosi dan penyembuhan luka. Usaha perdamaian yang dilakukan bersifat kompulsif, tidak tetap dan tidak sepenuhnya. Ini terjadi karena tidak membutuhkan pertanggungjawaban.Â
Ketika seseorang menolak memaafkan berarti seseorang itu menahan kemarahan sekuat tenaga. Bila seseorang mudah memaafkan, seseorang itu membuang kemarahan.Â