Pada hari suatu Sabtu nan cerah aku datang ke acara HPI Komp@k (Himpunan Penerjemah Indonesia) yang diadakan di Komunitas Salihara, Pasar Minggu.
Acara dibuka tepat waktu oleh Mbak Anna yang menjabat sebagai sekretaris HPI. Kemudian Gelar Wicara yang dipandu oleh Mbak Handewi Pramesti pun dimulai.
Kata Ibu Rahmani Astuti yang sudah menerjemahkan lebih dari 100 buku sejak tahun 1984, kunci keberhasilannya bertahan di dunia penerjemahan adalah: menjaga kualitas penerjemahan dengan tidak serakah. Kalau sedang menggarap pekerjaan penerjemahan dan ada yang menawarkan pekerjaan lain, jangan takut untuk mengatakannya kepada pihak pemberi kerja. Jangan sampai diterima lantas saking terburu-burunya mengerjakan biar cepat selesai jadi banyak salah tik atau, yang lebih parah lagi, salah tafsir. (Ada benarnya juga sih, tapi kalau kita bisa menawar agar tenggat dimundurkan sehingga kita bisa menerima pekerjaan tersebut setelah pekerjaan pertama selesai itu bukan serakah kan namanya... hehe.) Saat ditanya oleh Mbak Handewi apakah profesi penerjemah lepas itu bisa diandalkan sebagai mata pencaharian yang layak, Bu Rahmani menjawab dengan mantap “Sangat bisa.” :D
- Memahami isi naskah sumber
- Bisa menulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan sesuai konteks
- Sanggup memenuhi tenggat yang diberikan.
Mengenai honor... Baca selanjutnya.
Mungkin ada yang tertarik ingin tahu bagaimana aku bisa sampai jadi penerjemah. Baca ceritanya di sini. Buku-buku hasil terjemahanku bisa dilihat di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H