Mohon tunggu...
dinaauliaaa
dinaauliaaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas said Surakarta

mempunyai hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Sadranan di Cepogo Sama Ramainya Seperti Lebaran

21 Maret 2024   10:47 Diperbarui: 21 Maret 2024   11:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia mempunyai kekayaan akan suku, bahasa dan budaya. Seperti yang terjadi di tengah-tengah masyarakat suku jawa yang masih sangat kental akan tradisi dan budayanya, terutamanya di Jawa Tengah khususnya daerah Cepogo,Boyolali. Salah satunya yaitu tradisi "sadranan" atau masyarakat jawa sering menyebutnya dengan kata nyadran atau ruwahan. Sadranan berasal dari bahasa sanskerta yaitu "sraddha" yang berarti keyakinan. Nyadran digunakan sebagai metode dakwah yang dibawakan oleh walisongo yang mengabungkan antara tradisi hindu-budha dengan ajaran islam yang bertujuan agar masyarakat jawa mudah untuk menerima ajaran islam tersebut. 

 Sadranan biasanya dilakukan pada bulan sya'ban atau masyarakat Jawa menyebutnya dengan Ruwah / Ruwahan. Dimana tradisi ini di laksanakan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan. Bisanya rangkaian kegiatan sadranan ini meliputi besik atau membersihkan makam-makam leluhur, dilanjutkan dengan kegiatan ziarah kubur dan tabur bunga untuk mendoakan para leluhur dan keluarga yang sudah meninggal. Adapun puncak acara sadranan yaitu menyelengarakan selamatan atau kenduri yang di awali dengan pembacaan ayat Al-Quran, zikir, tahlil dan doa sebagai bentuk hubungan atara leluhur dengan sesama manusia dan dengan Tuhan, lalu ditutup dengan makan bersama.

 Menurut pendapat masyarakat sekitar Cepogo, Boyolali "Sadranan itu kegiatan yang biasa dilakukan warga sekitar setiap bulan sya'ban di kalender hijriah dengan mengujungi makam di daerah sekitar, untuk mendoakan para leluhur. Kegiatan sadranan sendiri ada banyak macamnya ada gotong royong bersih makam, doa bersama. gong kegiatan yang paling meriah yaitu makan bersama setelah doa di makam, yang biasanya dilanjut dirumah dengan mengundang para kerabat." tutur lorenzzo saat kami wawancarai pada Minggu 1/03/2024. Suasana saat sadranan juga sangat ramai, bahkan ada yang mengatakan sadranan sama ramainya dengan lebaran. Dikarenakan saat acara sadranan bukan hanya dihadiri warga setempat namun warga sekitar, warga beda kabupaten dan kerabat jauh yang merantau pun kembali ke desa untuk nyadran di Cepogo.

 Tiap keluarga yang mengikuti acara kenduri sadranan harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa juga bermacam-macam, ada ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur, perkedel, tempe, tahu dan makanan lainnya. "makanan yang biasanya dibawa saat sadranan itu bebas tetapi paling tidak harus memiliki 11 jenis makanan, biasanya kita bawa makanan tradisional tenongan, ayam ingkung, sambal goreng, dan lauk pauk yang lain. Ada juga gunungan hasil bumi dan makanan khas Cepogo" ujar lorenzzo. Makanan-makanan itu nanti dimakan bersama setelah acara doa dan bersih makam bersama di sekitar area makam yang sudah digelari tikar. Setelahnya warga menggelar open house, membuka pintu untuk semua orang yang mau bersilaturahmi dan menikmati jamuan makanan lokal yang mereka sediakan.

Sadranan memiliki tujuan supaya Cepogo menjadi daerah yang subur, makmur adil dan sejahtera. Selain itu menguri-uri tradisi seperti ini dapat meningkatkan kerukunan, kebersamaan, gotong royong dan komunikasi antar masyarakat. Sadranan sendiri pada hakikatnya bertujuan untuk mengingatkan manusia tentang hidup dan mati. Yang sudah meninggal sudah melahirkan yang hidup(kita) dan kita akan menyusul yang meninggal suatu saat nanti, ini mengandung makna bahwa manusia harus selalu ingat akan kematian dan harus berhati-hati dalam melakukan apapun. Tradisi sadranan sudah dijaga bertahun-tahun mengajarkan kita untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, mengingatkan kita pada kematian, serta memetik ajaran baik dari tradisi ini. Mari kita uri-uri tradisi sadranan agar dapat mempertahanan keanekaragaman budaya di negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun