Yang kita tahu sebagai warga negara indonesia bahwa indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum, segala permasalahan di indonesia terutama mengenai para koruptor harus di tindak seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Langsung saja, ketika memasuki era periode baru banyak petinggi partai, politisi, atau bahkan sekalipun dia hanya pengusaha bisa masuk ke dalam era pemerintahan untuk berlomba-lomba berebut kekuasaan. Pada dasarnya kekuasaan yang berada di dalam pemerintahan bukan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan masyarakat indonesia juga. Bagi Aristoteles tujuan politik adalah menghantarkan manusia pada hidup yang baik, berarti selain dapat menduduki kekuasaan seorang politisi dan pemerintah juga harus mampu memberi perubahan yang baik terhadap dirinya serta baik kepada rakyatnya. Pada setiap periode tentu pemerintah yang terpilih memiliki visi dan misi yang berbeda. Namun setelah mampu melontarkan visi dan misinya apakah setelah itu visi dan misi berjalan sesuai harapan rakyat? Misalnya, pada saat kampanye berbagai cara dilakukan oleh kandidat bagaimana agar rakyat percaya dengan rencana program-program pemerintahannya untuk menjadi indonesia yang lebih baik atau dalam bahasa singkatnya adalah “janji”, dengan melakukan blusukan dan merangkul rakyat kurang mampu serta bela-belain turun ke pedalaman hanya untuk menarik simpati rakyat bahwa dia adalah kandidat yang peduli terhadap rakyat serta tidak mementingkan diri sendiri. Mungkin saja memang awalnya adalah niat yang tulus, namun setelah masuk di era pencapaiannya dia lupa dengan visi dan misinya bahkan dia mengambil yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Pejabat yang selama ini diaanggap terpercaya dimata rakyat bisa saja besok dia akan menjadi orang yang paling di benci oleh rakyat. Hal ini tentu berkaitan dengan moral, pola pikir, dan keimanan. Semua agama adalah baik, tetapi tidak semua orang baik dalam agamanya. Menarik simpati rakyat bagi seorang pejabat mungkin sangat gampang, hanya saja tergantung rakyat itu sendiri memberi pilihannya. Tergiur kah dia dengan lemparan kata-kata berisi janji tanpa praktik? Itu semua tergantung pada “kecerdasan rakyat memilih pemimpinnya” dalam arti kita tidak hanya melihat dari sisi luarnya saja.Bahkan media menjadi salah satu tempat untuk mengumbar bualan belaka untuk melakukan pencitraan yang menunjukkan kepedulian kandidat terhadap rakyat. Awalnya peduli, lama-lama mencuri.
244,814.9 jiwa pemikiran penduduk di indonesia mungkin hanya beberapa persen saja yang peduli dengan demokrasi. Banyaknya pemikiran penduduk dan banyaknya aspirasi dari masyarakat yang peduli seharusnya kita sebagai rakyat tidak hanya di pimpin, tetapi juga dapat memimpin dan melihat kinerja pemimpin kita, pantaskah? Adakah perubahan? Sederhana saja, ketika semakin banyaknya pencuri uang rakyat siapa lagi yang bergerak untuk menuntut keadilan rakyat?Indonesia yang berbasis negara hukum harus tepat sasaran membuat keputusan yang seadil-adilnya kepada para koruptor. Ini negara demokrasi yang berprinsip dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H