Mohon tunggu...
dina fitriana
dina fitriana Mohon Tunggu... Lainnya - belum bekerja

halo! aku dina, saat ini belum memiliki pekerjaan tetap. namun aku tertarik untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Sang Maestro Disabilitas Netra Pekalongan

6 November 2023   08:23 Diperbarui: 6 November 2023   08:45 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekalongan, kota yang terkenal dengan batiknya yang indah, juga memiliki seorang sosok yang menginspirasi banyak orang. Sosok ini menjadi bukti nyata bahwa bakat dan semangat tak mengenal batasan, termasuk dalam keterbatasan fisik. Seperti sosok Agus Prasetyo, penyandang Disabilitas Netra yang mampu menebar manfaat kepada sesama difabel. Pria 35 tahun yang akrab disapa Kak Pras ini berprofesi sebagai guru seni musik di Sekolah Luar Biasa (SLB) PRI Buaran Kota Pekalongan.

Kak Pras mulai mengajar di SLB pada tahun 2012, pada saat itu dirinya masih bisa beraktivitas secara normal. "Awalnya kakak saya ditawari mengajar oleh Pembina Yayasan untuk mengajar disini, namun karena kakak saya sudah ada pekerjaan lain jadi ia tawarkan kepada saya" jelasnya. Setelah melalui berbagai tahap untuk menjadi guru di SLB, akhirnya selang sebulan ia dipanggil dan mulai mengajar. "Pertama sempat mengajar olahraga karena waktu itu sebagai pengganti, setelah guru olahraganya masuk saya mengajar kelas seni musik sesuai dengan kesepakatan awal dengan sekolah" papar Kak Pras.

Hobinya dalam dunia musik memang sudah digemari Kak Pras dari kecil. "Untuk sekolah musik itu sebenarnya engga, tapi dulu saya belajar privat untuk melatih vokal dan otodidak dalam belajar alat musik" terangnya. Kak Pras menceritakan bahwa dirinya aktif dalam mengikuti berbagai lomba musik, utamanya dalam bermain alat musik drum. Selain alat musik drum, Kak Pras menguasai gitar dan piano. Jari-jarinya yang sudah mahir dalam memainkan berbagai alat musik, membuat Kak Pras tidak kesulitan saat dirinya kehilangan indra penglihatannya.

Pada tahun 2014, Kak Pras menderita penyakit Glaukoma Absolut yang membuat dirinya kehilangan fungsi penglihatan pada kedua matanya.  Kak Pras menjelaskan bahwa Glaukoma Absolut sudah terdeteksi saat masih kecil, pada usia lima tahun dirinya mengalami panas tinggi dan dipastikan sampai pada menyerang saraf matanya. Saat itu sudah dilakukan penanganan, namun sifatnya bukan kearah penyembuhan melainkan hanya untuk mempertahankan penglihatan yang masih tersisa. "Puncaknya pada 2014, mata tu tiba-tiba merah dan perih sampai pusing banget. Terus saya yang salah ambil tindakan pada waktu itu tidak buru-buru ke rumah sakit, karena mengira mata lelah sehabis motoran", terang Kak Pras menjelaskan kronologi sakitnya.

Dengan dorongan dan dukungan orang-orang disekitarnya, Kak Pras mulai bangkit dan membiasakan diri dengan kondisi yang ada. Meski kehilangan penglihatannya, Kak Pras tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai guru seni musik di SLB. Hal yang dirasa sangat berbeda adalah saat waktu mengajar selesai. Kak Pras yang dulunya termasuk orang yang tidak bisa diam, akhirnya merasa terkendala dalam menghabiskan waktu luangnya. Hal ini pula yang pada akhirnya mendorong Kak Pras untuk mendirikan Komunitas Peduli Anak Difabel (GPAD).

Bersama dengan salah satu temannya, Kak Pras berinisiatif untuk mendirikan GPAD. Kesehariannya yang berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus membuat Ia ingin melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat untuk anak-anak utamanya melatih skill untuk bekal mereka setelah lulus. Anak berkebutuhan khusus seringkali dianggap tidak bisa hidup mandiri tanpa bantuan orang lain. Setelah lulus dari SLB pun mereka dikira tidak bisa menghidupi dirinya sendiri dan minim akses pekerjaan yang layak. Oleh karena itu Kak Pras membentuk GPAD dan kegiatannya menyasar disabilitas untuk melatih skill anak-anak difabel.

Awal GPAD berdiri yaitu pada tahun 2016 dan hanya beranggotakan tujuh orang. Karena masih komunitas baru, GPAD membuat acara pertama yaitu ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan perpisahan sekolah di SLB. Komunitas GPAD sekarang terus berkembang dan makin banyak orang tertarik untuk bergabung. Setiap kegiatannya memfokuskan pada interaksi dengan anak difabel dan berusaha menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap disabilitas. Meski berstatus sebagai founder GPAD, Kak Pras selalu ikut andil dan mendampingi anggota komunitas dalam setiap kegiatannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun