Hi pembaca.... Saya ingin bercerita tentang perjalanan saya ke Pulau Sempu di Malang Selatan. Tanggal 29-30 Januari 2011, saya bersama 5 orang kawan berniat bermain air dan menginap di Segara Anakan, Pulau Sempu. Kami menyepakati meeting point di Terminal Arjosari, Malang. Kami berenam belum pernah bertemu sama sekali. Saya membikin thread di salah satu forum backpacker tentang keinginan saya bertandang ke Pulau Sempu, dan disambut baik oleh 5 kawan baru ini. Kami pun sepakat untuk backpacker-an bersama. Namun sabtu (29/01) terjadi kendala teknis. Kawan yang berasal dari Malang yang tidak bisa berkumpul di Arjosari mengalami masalah transportasi. Hingga pukul ditentukan dia belum tiba. Kawan baru lain yang berasal dari Surabaya dan Gresik sudah berada di Terminal Gadang, meeting point kedua yang kami sepakati. Alhasil saya dan kawan-kawan baru sempat gelisah. Mendung mulai menggelayuti Kota Malang, dan saya berdoa di dalam hati semoga cuaca cerah dan kami tak harus menemui hujan. Thanks God! pukul 09.10 kawan saya tiba di Landung Sari dan kami langsung menunju Terminal Gadang. Iseng-iseng saya bertanya berapa waktu yang ditempuh untuk mencapai Terminal Gadang. Jawaban yang saya dapat malah membuat rasa gelisah saya berkembang biak, "Satu jam mbak... saya juga masih cari penumpang, mbak ada apa emang di gadang? apa butuh cepat?" Wuihh, saya langsung mengutarakan tentang rencana saya dan beberapa kawan yang sudah mengunggu di Terminal Gadang untuk mengunjungi Pulau Sempu. Puji tuhan, bapak angkot memberikan tawaran menarik. Kami akan diantar langsung sampai ke Sendang Biru. Dan tinggal menyebrang ke Pulau Sempu. Setelah dealing harga, kami sepakat untuk diantar pulang-pergi ke Sendang Biru. Sungguh bapak angkot yang baik hati. Bahkan bapak ini rela menginap di pelabuhan, digigiti nyamuk sepanjang malam dan makan nasi pecel seharga 6 ribu. Pukul 09.40 saya dan bapak angkot sampai di gadang, agak sulit menemukan 3 kawan yang lain, kami belum pernah bertemu, saya juga hanya melihat foto salah satu dari mereka. Saya langsung menelpon nomor salah satu dari kawan ini dan kami bertemu dengan saling melempar tawa kagum. Ya, benar, saya dan 5 orang yang belum pernah bertemu ini langsung saling berkenalan. Kami bercanda sepanjang perjalanan, menggosip tentang perjalanan seru yang akan kami lakukan beberapa jam kedepan. KAmi seperti kawan lama yang barusaja bertemu. Sekitar 3- 4 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Sendang Biru. Jam makan siang menggantung di benak saya, dan saya mengajak kawan-kawan ini menikmati warung di pinggir pelabuhan Sendang Biru. Setelah makan kami langsung menuju Pos Perizinan untuk masuk ke Pulau Sempu. Tentu saja, Pulau Sempu adalah Cagar Alam. Di dalamnya ada beberap satwa yang dilindungi. Bahkan sebenarnya Pulau Sempu hanya diperuntukkan bagi orang yang berniat melakukan penelitian atau observasi, dan bukannnya tempat wisata. Tak heran di Sempu tak dibangun secuil pun bangunan, yang ada hanya pohon, lumpur, satwa dan karang. Di perijinan, kami diterima dengan sangat baik oleh polisi hutan. Bapak paruh baya ini menerangkan bahwa Sempu adalah kawasan konservasi, bahwa kami tidak diperkenankan untuk mengunjunginya jika tidak membawa SIMAKSI, semacam surat izin yang didapat dari Kantor Perhutanan, Surabaya. Namun kami bisa memasuki Sempu karena kebijakan yang dibuat oleh bapak tersebut. Untuk itu kami mengeluarkan dana terimakasih. Memang wujud dari lemahnya birokrasi di Indonesia. Dana yang kami keluarkan tidak ditetapkan alias sukarela. Pukul Setengah dua kami langsung menuju tempat pemberhentian kapal dan membayar biaya PP, tak lupa kami mencatat nomor handphone dan nomor kapal tersebut untuk dihubungi ketika pulang keesokan harinya.
Tepat pukul 14.00 kami sampai di teluk semut, pemberhentian kami di Pulau Sempu. Sungguh pulau yang menakjubkan. kami memasuki pulau tersebut sambil menggunakan sarung tangan. Duri-duri dan ranting dapat melukai telapak kami karena untuk melangkah pasti kami harus mencengkeram kuat ranting dan batang pohon disepanjang jalan. [caption id="attachment_89144" align="aligncenter" width="300" caption="medan yang menyapa kami"]
[/caption] sekitar setengah jam kami trekking, kami menemukakan Burung Rangkok cantik yang terbang di atas kami. Sungguh menakjubkan. Sekitar sejam setengah berikutnya kami menemukan kalajengking mungil berwarna hitam sedang berjalan pelan ditengah tengah lumpur. Mata saya awas mencermati ranting dan sulur yang menjorok ke jalan mengkhawatirkan
Green Snake yang bisa muncul kapan saja. Syukurlah kami tak bertemu satwa satwa yang membahayakan seperti ular dan macan.
Trekking yang tersaji dihadapan kami sangat menakjubkan jika saya boleh sedikit subyektif. Paduan antara tanah lempung pada musim hujan, karang, akar-akar pohon yang menjulur keluar masuk dihadapan kami. Menjadi penopang kaki empuk kami dan menghajar kaki telanjang beberapa kawan. Beberapa kawan lupa untuk mengenakan sandal gunung atau sepatu, akhirnya sendal selop yang dipakainya tak berfungsi. Tebalnya lumpur yang kami injak membenamkan kaki kami sekitar 5- 10 cm ke dalam tanah, sehingga ketika kaki diangkat lumpur ikut terangkat juga. Benar-benar menakjubkan, jika kami tak hati-hati kami akan terpeleset dan terbanting. Sungguh trekking yang menantang. Satu hal yang saya suka dari Sempu. Bukan hanya pantainya saja, tapi trekkingnya juga. Tidak terkalahkan oleh pantai-pantai yang lain. Setelah menempuh 3 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Segara Anakan.
Sungguh pantai yang eksotis. Pantai ini terbentuk dari karang yang bolong menghadap langsung ke Samudera Pasifik. Karang yang bolong karena kencangnya ombak Samudera Pasifik membuat air laut menembus karang, melubanginya dan air memenuhi sebagian kecil hutan, menjadikannya laguna. Pasirnya teramat putih dan halus, karang yang masih kokoh sumber masuknya air membuat ombak yang dibentuk sedemikian kecil. Sangking kecilnya anda akan merasa berenang di kolam renang, hanya bedanya airnya asin dan dengan pemandangan pepohonan lebat dan kera-kera lucu yang berlompatan lincah. Sampai saat itu, saya dan kawan-kawan tidak menemukan jawaban, kami yang sedang menonton kera atau kera yang sedang menonton kami. Setelah puas berenang seharian, matahari mulai tenggelam. Langit menggelap. Kami hampir hilang kesadaran, bahwa belum mendirikan tenda dan menyalakan lampu badai. Secepat kilat, kurang lebih 30 menit tenda dan lampu badai sudah siap. Kami menggelar poncho salah satu kawan dan duduk diatasnya sambil makan bekal. Debur ombak menderu deru dibelakang kami. Malam serasa magis. Jangan lupakan tentang langit. Matikan sentermu dan kamu akan menikmati lautan bintang. Ribuan kelap-kelip yang sangat benar-benar indah. Menyesal sekali tak satupun dari kami mampu membaca bintang. Malam semakin larut dan kami mulai mengantuk. Saya dan kawan-kawan pun tidur, berharap esok makin banyak kejutan Pulau Sempu yang menyapa kami. Keesokan harinya pukul 2 pagi hujan mengguyur kami. Beruntung hanya sekitar satu jam. Pukul 6 pagi kami asik berfoto di atas karang yang menghadap langsung ke Samudera Pasifik. Setelah itu kami berenang-renang kembali bersama ikan cucut kecil di Segara Anakan. Naluri kami ingin berenang lebih jauh lagi, toh ombaknya kecil sekali. Beberapa dari kawan mengambil sandal terlebih dahulu, khawatir menginjak
stone fish yang katanya berhabitat Segara Anakan. Saya sempat berceloteh ingin menambahkan testimonial pada sendal gunung merek Eiger kesayangan saya. "
Suitable for swiming". Saya merasa sangat terbantu berenang dengan sendal itu. Pukul 8 pagi kami makan pagi dipinggir pantai, mengumpulkan semua makanan kami dan menghabiskannya.
Namun kami ternyata tak serakus itu. Kami bagikan ke beberapa kera yang malu-malu mendekati kami. Pukul 08.30, walau saya tak rela, saya mengucapkan selamat tinggal kepada pasir, monyet, ombak, ikan cucut kecil dan samudera menakjubkan yang menyegarkan pikiran saya hingga se-segar ini. Pukul 12 an kami sampai di teluk semut dan berenang renang membersihkan lumpur yang menempel pada celana dan baju.
beberapa saat kemudian kapal datang dan mengantar kami ke Sendang Biru. Sekali lagi saya menoleh kebelakang dan mengucapkan terimakasih ke Pulau Sempu. Pulau Sempu adalah kawasan konservasi satwa. Sayangnya masih banyak manusia yang ternyata bodoh sekali hingga meninggalkan sampah botol mineral, bungkus mie instan dll. saya menganjurkan kawan2 lain untuk mengunjungi pulau yang menakjubkan ini, tapi saya mengecam keras kawan kawan yang dengan sengaja mengotori dan merusak kawasan konservasi ini. jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kakimu :) have a nice journey guys
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya