Mohon tunggu...
maulidina mutiatillah
maulidina mutiatillah Mohon Tunggu... -

create ur own destiny...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menikah Ya?

25 Maret 2011   11:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:27 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap manusia akan menikah. Maaf saya ralat, manusia beruntung akan menikah. Tidak semua manusia beruntung menemukan seseorang untuk dinikahi. Seseorang yang entah bisa menyempurnakan atau mencederai hidupnya.

Ya, banyak terdengar buai buai musim cinta dan manisnya pernikahan. Tapi juga banyak sekali cerita masam dan pahit yang menjijikkan dari pernikahan. Manis madu yang memabukkan dalam pernikahan membuat manusia membuat lingkar manis di bibirnya. Pahitnya pernikahan mengalirkan bening air mata hingga sesenggukan yang meyayat hati.

Masyarakat Indonesia memiliki sebuah pandangan yang mengakar. Pandangan tunggal ini memiliki inti permasalahan yang jelas dan konkrit. Ajaibnya pandangan pokok ini dimengerti dan dianggukkan oleh hampir seluruh masyarakat. Pandangan ini merinci bagaimana manusia idealnya bertindak, merinci manusia untuk melakukan ini dan tidak melakukan ini. Sayangnya pandangan ini tidak memiliki alasan yang jelas. Dan memakan korban luas, korbannya bisa saja tak menganut pandangan ini. Tentusaja tersangka dari korban ini adalah manusia penganut pandangan ini. Manusia yang menganiaya korban ini seakan tak ada habisnya. Malah terkadang pandangan ini memakan balik penganutnya.

a happy marriage

Saya masih membicarakan tentang pernikahan. Pandangan pernikahan dari budaya masyarakat. Tetek bengek dari A sampai Z dirinci sedemikian rupa. Baiknya anak gadis menikah umur sekian dan anak lelaki berperilaku seperti ini dan itu. Hal sepele ini seperti bola salju yang semakin lama semakin menggelinding membesar.

Melukai, pandangan ini layak pisau bermata dua. Menyakiti kedua belah pihak yang tidak bisa memenuhi tuntutannya. Tersakiti oleh manusia lain yang mengoyak ngoyak ketentraman dan sempurnanya hidup manusia ini. Pernikahan bukan segalanya. Manusia menikah dan manusia tak menikah bukanlah suatu kesalahan. Dalam agama pun tertulis menikahlah jika kau sudah menginginkannya.

Kalimat awal tulisan ini saya ralat lagi. Bukan manusia beruntung yang menikah. Beruntung identik dengan bahagia. Bahagia tak bahagia bukan karena menikah. Menikah adalah secuil hal tentang hidup. Tuhan telah memberikan dunia dan isinya yang begitu indah. Menitipkan kepada manusia untuk dipelihara dan dinikmati. Yakini saja tuhan selalu adil dan mengasihi kita. “rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau”

Mari menikah. Menikah karena merasa butuh dan yakin dengan diri sendiri. Menikah karena diri sendiri. Bukan karena manusia lain yang menuntut diri untuk. Pernikahan, dan hidup ini adalah milik kita, iya kan? Bukan milik mereka, mereka yang sok ingin menagtur-atur bagaimana hidup seharusnya. Pernikahan yang indah adalah pernikahan yang memang dibutuhkan. Melakukan sesuatu bukan karena keinginan kita, hanya akan membuat kita sakit dan membuang sia-sia waktu dan daya kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun