Mohon tunggu...
laakmale
laakmale Mohon Tunggu... Freelancer - Akmaluddin Rachim

Magang di Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Problem Etis dan Yuridis UU Minerba

19 Juni 2020   23:42 Diperbarui: 19 Juni 2020   23:30 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) akhirnya telah dapat diakses setelah ditandatangani presiden dan diberikan penomoran. Sebelumnya, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang pada 12 Mei 2020 menuai kontroversi. Sejumlah ahli hukum pertambangan pengamat minerba, hingga kelompok masyarakat bersuara lantang menolak pengesahan tersebut. Hal itu ditengarai karena berbagai problem akut yang melekat dalam ketentuan undang-undang a quo. Mulai dari aspek proses pembentukannya hingga materi yang diatur menyimpan sejumlah pelanggaran baik etis maupun yuridis.

Potensi pelanggaran etik pembentukan RUU Minerba

Koalisi Masyarakat Peduli Minerba (KMPM), pada tanggal 3 April 2020 melayangkan surat terbuka kepada presiden[1], yang menolak pembahasan RUU Minerba di tengah pandemik. Terdapat sejumlah kalangan ahli hukum dan pengamat pertambangan yang menandatangani surat tersebut. Tujuannya agar presiden menegur bawahannya untuk menghentikan proses pembahasan RUU Minerba. Sebab saat itu perhatian dan psikologi publik tertuju pada upaya penanganan pandemik korona.

Selang beberapa hari kemudian, DPR menghentikan atau menunda kelanjutan pembahasan RUU Minerba yang dijadwalkan pada 8 April 2020 menindaklanjuti terbitnya surat dari Kementerian ESDM nomer 529/04/SJN.R/2020 terkait permohonan Penundaan rapat kerja, serta arahan pimpinan Komisi VII DPR RI. Melalui surat tersebut pemerintah berdalih akan menangani penyebaran COVID-19 terlebih dahulu.

Rapat tersebut sebenarnya mengagendakan Komisi VII DPR bersama Pemerintah, yang diwakili oleh Menteri ESDM, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perindustrian, dan Menteri Keuangan untuk melakukan pembahasan atau pengambilan keputusan tingkat I atas RUU Minerba. Pembahasan atau pembicaraan keputusan tingkat I merupakan tahap yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Bila dalam proses tersebut DPR dan pemerintah telah bersepakat, tahap selanjutnya yakni pengambilan keputusan tingkat II akan segera dilakukan.

Pada perkembangannya DPR dan pemerintah akhirnya menghentikan proses pembahasan RUU Minerba. Namun secara diam-diam, pada tanggal 8 Mei 2020 terbit surat dari DPR terkait dengan agenda pembahasan pengambilan keputusan tingkat I pada tanggal 11 Mei 2020. Pembahasan pengambilan keputusan tingkat I berjalan mulus tanpa hambatan. Kendatipun ada dinamika di akhir sidang, hal tersebut tak ubahnya sekadar gelagat politik yang lazim terjadi. Diketahui hanya Fraksi Demokrat yang menolak pembahasan tersebut hingga tahap pengambilan keputusan tingkat II dengan alasan situasi pandemik. Keputusan tersebut tetap patut diapresiasi meskipun alasannya tidak mengarah pada hal yang substantif dan esensial.

Pada tanggal 12 Mei 2020, DPR bersama Pemerintah melakukan pembahasan pengambilan keputusan tingkat II, yang merupakan tahap paripurna dalam pembentukan undang-undang. DPR dan Pemerintah bersepakat mengesahkan RUU Minerba menjadi undang-undang. Sejak saat itu, perdebatan terhadap undang-undang Minerba terus berlanjut hingga saat ini.

Memaksakan rapat pengambilan keputusan atas RUU Minerba di tengah situasi pandemik korona yang memprihatinkan merupakan suatu laku politik tanpa etika dan nurani, mengingat seluruh dunia sedang bersatu melawan sebaran virus yang mematikan itu. Pengesahan terhadap RUU Minerba memperlihatkan watak asli DPR dan Pemerintah yang tidak peka atas penderitaan rakyat dan menunjukkan nurani mereka yang berada di titik nadir.

Pengesahan RUU tersebut juga menunjukkan bahwa DPR bersama Pemerintah mengabaikan seruan atau kritik dari sejumlah elemen masyarakat mengenai sejumlah pelanggaran hukum dan konstitusi yang sangat mendasar. Hal tersebut kemudian menimbulkan kontroversial. Pembahasan yang terburu-buru dan cenderung dipaksakan mengindikasikan adanya niat persekongkolan jahat untuk memuluskan kepentingan pihak-pihak tertentu. Tentu yang dimaksud ialah pengusaha kakap sektor pertambangan mineba. Hal ini menunjukkan adanya keangkuhan kaum elit terhadap kaum alit.

 

Pelanggaran yuridis pengesahan RUU Minerba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun