Mohon tunggu...
Predictors Dims
Predictors Dims Mohon Tunggu... Dosen - Predicting by history

Keep The ..[Red and White]..Flag Flying High

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tepatkah Keputusan BTN/PSSI?

8 November 2014   17:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:19 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Beberapa hari yang lalu, akhirnya telah diputuskan nasib dua pelatih Timnas, Aji Santoso [Timnas U-23] dan Indra Sjafri [Timnas U-19].  Seperti yang telah diberitakan di berbagai media, keduanya ternyata mendapatkan nasib yang berbeda.   Aji Santoso tetap dipertahankan untuk melatih Timnas U-23,  sementara Indra Sjafri ‘dipecat’ dari posisinya sebagai pelatih Timnas U-19.  Keputusan BTN-PSSI tersebut memang kemudian mengundang pro-kontra terutama terkait ‘nasib’ dari Indra Sjafri.  Indra Sjafri yang tahun lalu membawa Timnas U-19 untuk pertama kalinya menjadi juara AFF U-19 Championship dan kemudian menjadi Juara Grup pada Fase Kualifikasi Kejuaraan AFC U-19 dengan menaklukan Korea Selatan [terlepas dari faktor kebetulan] dinyatakan gagal karena tidak mampu membawa Timnas U-19 lolos dari Penyisihan Grup pada Kejuaraan AFC U-19 2014.

Timnas U-23 memang memenuhi target minimum yang ‘dibebankan’ oleh La Nyalla untuk lolos ke Fase Knock-Out pada Asian Games 2014, namun sebenarnya Indonesia saat itu bergabung dalam Grup ‘Ringan’ bersama dengan Timor Leste, Maldives, dan Thailand.  Sebagian besar pendukung Timnas menganggap wajar saja, jika Timnas U-23 lolos dari Penyisihan Grup dengan lawan-lawan yang ‘enteng’  di luar dari Thailand.  Timnas U-23 sendiri walaupun lolos dari Penyisihan Grup, namun ‘dihancurkan’ Thailand 0-6 pada pertandingan terakhir Grup  dan dibungkam Korea Utara 1-4 di Fase 16 Besar.

Hal tersebut tentu berbeda dengan yang dialami oleh Timnas U-19.  Timnas U-19 memang mengikuti TC yang sangat panjang untuk menghadapi AFC U-19 2014 namun dengan seluruh pertandingan ujicoba tanpa terkecuali ‘dipersilakan’ untuk ditonton oleh calon lawannya.  Lawan-lawan yang dihadapi pun bisa disebut merupakan lawan-lawan yang cukup berat, Uzbekistan, Australia, dan UEA bukanlah lawan yang mudah, apalagi Uzbekistan dan Australia yang pada pergelaran sebelumnya mampu lolos hingga babak Semi Final.  Sayangnya target yang tinggi [lolos ke Piala Dunia U-20 2015] terlanjur ‘disanggupi’, sehingga tanpa pertimbangan lebih lanjut BTN-PSSI lalu memecat Indra Sjafri.

Terlepas dari ‘kontroversi’ yang ditimbulkan dari keputusan BTN-PSSI terhadap Indra Sjafri, beberapa pihak menganggap wajar saja jika Indra Sjafri dipecat.  Argumen yang diberikan adalah kegagalan Timnas U-19 di AFC U-19 2014 dan menjadi satu-satunya Tim yang tidak meraih satu angka pun pada Kejuaraan tersebut.  Beberapa orang yang lain juga membandingkan dengan ‘nasib’ Pelatih Timnas dari Negara-negara elit sepak bola yang juga dipecat saat gagal mencapai target, namun sayang ada satu kekeliruan: Perbandingan ditujukan kepada Timnas Senior dan bukan ke sesama Timnas U-19.  Lantas bagaimana jika dibandingkan dengan sesama Timnas U-19?

Kondisinya untuk setiap wilayah Konfederasi masing-masing terdapat perbedaan.  Pada umumnya memang kegagalan mencapai target dijawab dengan pemecatan, namun kasusnya sedikit berbeda di Eropa.  Di wilayah UEFA yang terkenal karena pembinaan Timnas Remaja-nya, kegagalan pelatih Tim U-19 pada suatu Turnamen atau Kompetisi tidak selalu berakhir dengan pemecatan.  Sebagai contoh: Franses Smerecki setelah membawa Prancis U-19 runner-up Kejuaraan UEFA U-19 2013, Smerecki lalu gagal membawa Prancis U-19 lolos ke Kejuaraaan yang sama pada tahun 2014, lalu apa yang terjadi?  Smerecki tidak dipecat, bahkan selanjutnya Smerecki diangkat menjadi pelatih Timnas U-20;  Fransesco Rocca yang hanya membawa Italia U-19 ke semi final Turnamen Toulon 2011 hanya dipindah untuk melatih Italia U-15; Luis Milla setelah membawa Spanyol U-20 juara Mediterranian Games 2009 kemudian gagal membawa Spanyol U-19 lolos dari penyisihan grup Kejuaraan UEFA U19 2009, namun Milla tetap dipercaya melatih Spanyol U19 pada UEFA U19 2010 bahkan membawa Spanyol sebagai runner-up; Yuri Kalitvintsev setelah membawa Ukraina lolos ke semifinal UEFA U19 2004 setahun berikutnya gagal membawa Ukraina lolos ke UEFA U19 2005, namun Kalitvintsev tidak dipecat dan hanya ‘dipindahkan’ untuk melatih Ukraina U-17; hal yang hampir sama juga terjadi pada Noel Blake, setelah membawa Inggris ke semi final UEFA U19 2010 setahun berikutnya Blake gagal membawa Inggris lolos ke Kejuaraan UEFA U-19, namun FA tetap mempertahankan Blake; dan yang terakhir Mal Donaghi, Donaghi tidak hanya gagal membawa Irlandia Utara lolos dari penyisihan grup UEFA U19 2005 namun tim asuhannya juga gagal meraih satu poin pun, tetapi Donaghi justru tetap dipertahankan untuk melatih Irlandia Utara U19 bahkan Donaghi tetap dipertahankan walaupun gagal membawa Irlandia Utara lolos ke Kejuaraan UEFA U19 tahun berikutnya, Donaghi sendiri baru digantikan pada tahun 2008.

Jika mau mengambil contoh yang lebih meyakinkan, Jerman yang tahun ini menjadi juara Piala Dunia dan Tim U-19-nya menjadi juara Kejuaraan UEFA U-19 bisa juga dijadikan patokan.  Jerman untuk Tim U19, memang termasuk sering mengganti pelatihnya, namun harus dicatat para pelatih tersebut biasanya tidak sekedar diberhentikan.  Pelatih-pelatih Timnas U-19 yang dinyatakan gagal biasanya akan ‘dipindahkan’ untuk melatih Timnas pada level usia yang lebih rendah, misalkan ditugaskan melatih Tim U-17 atau bahkan Tim U-14.  Mengapa untuk pelatih Tim u-19 tidak ‘sembarangan’ dipecat walau gagal? Kemungkinan jawabannya ‘simple’ saja, karena untuk Timnas Remaja (U-14 sampai U-20) di UEFA, pencapaian target sering kali bukan yang utama, dan lebih diutamakan unsur pematangan permainan tim karena pengenalan menuju grand-design permainan Timnas menjadi penilaian utama untuk Timnas Remaja.

Bagaimana untuk Tim U-23?  Jika berbicara mengenai Timnas U-23, maka secara keseluruhan ‘acuan’ untuk pemecatan pelatih memang dilihat dari pencapaian target, namun selain masalah target ada hal lain yang juga seharusnya dipertimbangkan.  Pada level U-21 ataupun U-23, pencapaian target menjadi penilaian utama, karena Timnas pada kedua level tersebut merupakan feeder bagi Timnas senior, namun pertimbangan lain seperti lawan yang dihadapi maupun skor yang diraih tidak bisa dikesampingkan.  Nah, untuk pertimbangan lain inilah BTN-PSSI tampaknya tidak peduli.  Timnas U-23 memang memenuhi target lolos dari Penyisihan grup Asian Games 2014, namun ada beberapa catatan: (1) Timnas U-23 bergabung pada Grup yang relatif ‘ringan’ jika dilihat dari lawan yang dihadapi, bahkan lebih ringan dibandingkan Vietnam yang harus berhadapan dengan Iran; (2) kemenangan yang diraih pun hanya atas lawan-lawan yang di atas kertas memang sudah seharusnya mudah dikalahkan oleh Indonesia U-23; (3) Aji Santoso dianggap membuat ‘blunder’ saat mengistirahatkan 70% pemain intinya justru saat berhadapan dengan ‘musuh bebuyutan’ Thailand; dan yang terakhir Timnas U-23 ‘sukses’ mengulang rekor kekalahan terbesar Timnas Indonesia di ajang Asian Games dan justru terjadi saat berhadapan dengan sesama wakil dari AFF.  Argumen mempertahankan Aji Santoso karena 2015 akan ada SEA Games, juga sebenarnya kurang tepat.  Mengapa? Faktanya, pada ajang ini Indonesia U-23 belum pernah juara, dan hanya 2 kali menembus babak Final, apalagi dengan Singapura sebagai tuan rumah.  Hal ini sedikit berbeda dengan Timnas U19, 2015 Indonesia U19 juga akan menghadapi Turnamen untuk kawasan ASEAN, AFF U19, namun untuk Turnamen ini Indonesia menjadi tuan rumah.  Di luar dari hal tersebut, pada Kejuaraan AFF U19, Indonesia pernah menjadi juara tahun 2013 dengan menaklukan Vietnam, terlepas dari kemenangan tersebut sekedar ‘keberuntungan’ atau tidak, namun sepertinya pecinta Sepak bola Indonesia akan lebih mengharapkan Indonesia U-19 untuk mengulang prestasinya.

Sudah tepatkah keputusan BTN-PSSI terkait nasib Aji Santoso dan Indra Sjafri?  Jawaban dari pertanyaan tersebut mungkin baru bisa dijawab tahun depan, bahkan mungkin beberapa tahun lagi.  Satu hal yang tampak jelas BTN-PSSI yang sekarang ‘beraroma’ KPSI sama sekali tidak merubah wujud pengelolaan Timnas terutama untuk level Remaja.  Wujud pengelolaan masih ditujukan pada hasil yang instant dan malas untuk melakukan pembinaan secara bertahap.  Isu yang berkembang memang Indra Sjafri akan digantikan oleh pelatih asing, namun jika BTN-PSSI hanya mengharapkan hasil instant saja dan malas untuk berinvestasi terhadap perkembangan kualitas Timnas, maka siapapun pelatihnya, walau sekelas Van Gaal sekali pun sepertinya tidak akan mampu ‘melayani’ keinginan BTN-PSSI.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun