Mohon tunggu...
Dimitrij Gana Narotama
Dimitrij Gana Narotama Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Seminaris tingkat 1 di Seminari Santo Petrus Canisius Mertoyudan Saya merupakan orang yang suka olahraga khususnya bermain bola, saya suka suka bermain game dan biasanya jika ada waktu luang saya suka mendengarkan musik sambil mengerjakan tugas.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pengalaman Menjadi Seminaris

30 September 2024   10:45 Diperbarui: 30 September 2024   10:46 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

   Hallo, perkenalkan nama saya Dimitrij Gana Narotama, biasa disebut Gana, saya berasal dari Paroki Kampung Sawah St. Servatius Bekasi. Saya menjadi seminaris tahun pertama, biasanya disebut KPP (Kelas Persiapan Pertama). Pada tanggal 21 Juli 2024, orang tua mengantar saya ke Seminari Mertoyudan, hal pertama yang saya rasakan adalah kehilangan, kehilangan orang tua, kehilangan kebiasaan lama dan meninggalkan zona nyaman saya. Kerinduan menimpa saya habis-habisan. Setiap saya merasa rindu, tangisan pun hampir keluar. Minggu itu saya lalui dengan perasaan tidak nyaman. 

   Minggu berikutnya saya mulai menumbuhkan kebiasaan baru (Habitus), dari mulai membaca buku, mencuci, mengepel, menyapu, tidur siang dan hidup mandiri lainnya saya lakukan setiap hari. Saya pun sudah mengenal beberapa orang di angkatan maupun angkatan lain. Hal itu membuat saya merasakan nyaman (kerasan) disini, walaupun terkadang saya masih merasakan kerinduan. 

Saya merasakan keluarga baru yaitu teman-teman saya. Banyak hal yang membuat saya kejutkan disini, contohnya saya terkejut saat tahu beberapa seminaris memiliki sifat yang tidak seperti ekspektasi saya. Sekitar 35 hari saya berada di sini, saya sudah menganggap seminari ini menjadi rumah baru. Pada saat itu tujuan saya adalah bertahan sampai HOT (Hari Orang Tua) tiba.

   Saya memiliki teman-teman yang hadir diwaktu susah maupun senang. Kami juga saling membantu teman yang kesusahan, mau dari pelajaran dan aktivitas lainnya. Saya di sini masih beradaptasi dan belajar untuk bersosialisasi, belajar untuk mata pelajaran dan juga hidup berkomunitas. Kami juga bersama-sama menjalani kegiatan dan menjalani 40 hari ini tanpa tahu kondisi orang tua dan tanpa gadget. Saya juga awalnya sangat susah untuk beradaptasi, namun berjalannya waktu saya menjadi terbiasa untuk hal itu. Selama 40 hari itu saya belajar dari kurikulum seminari yang menyediakan beberapa pelajaran untuk kami pelajari.

   Sekitar 42 hari kami di sini, pada tanggal 1 September kami pun melaksanakan HOT, hari yang di tunggu-tunggu. Saya merasakan kegembiaraan karena ada orang tua dan kakak saya hadir dalam HOT ini. Saya akhrinya juga merasakan handphone kembali, namun saya merasa asing dan seperti tidak terbiasa bermain handphone. 

Ternyata kebiasaan di sini mengurangi kebiasaan lama saya. Setelah HOT, pelajaran sudah seperti biasa, tidak ada kurikulum seminari. Setelah HOT, hari berjalan lebih cepat dan ada kegiatan-kegiatan lainnya yang baru, salah satunya ambulasi. Menjadi seminaris bukanlah hal yang mudah, perlu mengorbankan banyak waktu dan tenaga serta harus berani meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun