Mohon tunggu...
Dimdim
Dimdim Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Spesialis Tulisan Ngawur

Spesialis Tulisan Ngawur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Petani "Zaman Now"

21 Mei 2019   22:25 Diperbarui: 22 Mei 2019   08:28 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bapak adalah seorang petani. Dulu waktu Dimdim SD profesi petani adalah salah satu profesi yang menjadi kebanggaan. Biasanya kan kalau zaman SD, guru bertanya tentang cita-cita kepada muridnya. Ada yang cita-citanya pengen jadi dokter, guru, polisi dan ada pula beberapa yang pengen menjadi petani. Tetapi coba lihat anak SD zaman sekarang, kalau di tanya cita-cita maka jawabannya pengen jadi youtuber, selebgram, vidgram atau bahkan tik-toker.  Entah mengapa profesi petani sekarang sudah nggak keren dan menjadi minoritas, padahal kebanyakan kebutuhan kita datangnya dari petani.

Dimdim rasa ini karena profesi petani yang terlihat kuno, yang bolak-balik ketemunya identik dengan sawah, kotor, panas, ribet, capek, badan pegal dan tetek-bengek lainnya. Tetapi coba kalau mainsait itu diubah dengan petani yang identik dengan keren, kekinian, simple, digital dan menyenangkan.

"Lah caranya gimana Dim?"

Misalkan, kamu macul(Baca:Mencangkul) di sawah dengan kostum ala-ala K-Popers, play lagu-nya BTS (Boyband Korea) sambil ngedance. Kan kalau dilihat orang jadi terlihat kekinian. Oke ini ngawur.

Sebagai orang yang khayalan ngawurnya tingkat tinggi, Dimdim membayangkan ada beberapa alat robotic di bidang pertanian yang bisa membuat pekerjaan petani lebih mudah. Misalkan robot yang bisa macul, robot yang bisa nandur, robot bisa manggul gabah, kan keren.

Dimdim jadi ingat ketika masa tanam padi, Bapak dan Ibu jadi ribet mengurus sawah terutama urusan membeli garam. Pada masa inilah petani berebut mendapatkan garam. Beruntung kalau cepat dapat garamnya, lah kalau nggak dapat-dapat gimana? Kan kebanyakan sistem beli garam adalah pre order, paling lama 2 bulan. Iya kalau kebagian, karena dari Bulognya ajah mengirim garam dengan kuota tertentu. Belum lagi kalau garam sudah ada di toko kudu dibawa pulang ke rumah garam tersebut yang beratnya lumayan cuy.

Kenapa sih nggak dibuat simple ajah? Contohnya dengan beli garam secara online. Tinggal buka smartohone, pesan garam yang diinginkan, transfer, tunggu beberapa hari dan garam sudah ada di depan rumah, ya kan enak tuh. Memang kecanggihan teknologi belum merata di Indonesia, di beberapa daerah ajah signal nggak mendukung.

Problem petani lainnya adalah ketika musim kemarau. Padi sudah waktunya untuk dialiri air namun sungai dan sumur kering. Sebagai milenial yang khayalannya ngawur tingkat dewa, Dimdim berkhayal akan adanya suatu teknologi tertentu berbentuk wadah besar yang dapat menampung air. Wadah tersebut akan mengumpulkan air ketika melimpah dan ketika kemarau air itu tetap ada dan tidak terpengaruh dengan musim kemarau, sehingga dapat digunakan petani untuk mengaliri sawah dalam keadaan apapun, tak terkecuali musim kemarau.

Harapan Dimdim kedepannya agar profesi petani menjadi keren, nggak ribet dengan hadirnya teknologi dan kecanggihan digital. Agar petani-petani Indonesia sejahtera, hasil tanam bumi menggiurkan dan harganya konstan.

Dimdim

21-05-2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun