Mohon tunggu...
Mas Dimas
Mas Dimas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilang Minang Tinggalah Kabau

19 Desember 2017   00:08 Diperbarui: 19 Desember 2017   04:28 2620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin Judul ini tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan perangai masyarakat Minangkabau di era globalisasi yang terjadi begitu pesat dan cepat saat ini. "Adaik Nan Basandi Syara', Syara' Nan Basandikan Kitabullah yang merupakan falsafah hidup orang minangkabau, dimana adat yang berdasarkan ajaran agama dan agama yang berdasarkan kitab suci Al-Qur'an seolah sirna dan terlupa oleh kenikmatan surga dunia sesaat. 

Segala cara dilakukan dan dihalalkan untuk mendapatkan harta,tahta dan jabatan tanpa memperdulikan landasan hidup orang minang yakninya, "Syara' mangato, Adaik mamakai" yang artinya Islam mengajarkan, memerintahkan serta menganjurkan. Sedangkan adat melaksanakan hubungan antar masyarakat dengan etika dan moral sebagai landasan dan acuan. 

Acuannya yaitu Al-Qur'an serta Sunnah Nabi Muhammad SAW. Nilai moral yang menunjukan perilaku santun  merupakan ciri khas masyarakat minangkabau yang seolah-olah hilang ditengah kesibukan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang disebabkan oleh godaan untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Seperti yang kita tahu aparatur negara sangat sibuk untuk membereskan dan membersihkan orang yang tidak jujur, serta segelintir manusia rakus dan tamak yang memberikan ketidakadilan di bumi Indonesia khususnya di ranah minang itu sendiri. 

Beberapa hal diatas hanyalah segelintir masalah Minangkabau masa kini yang harus dititikberatkan kepada pemuda-pemudi ranah minang sebagai pengemban penuh penerus ranah minang dalam menyikapi arus globalisasi yang berjalan begitu cepat dan pesat.

Ditengah tantangan gaya hidup globalisasi, pemuda dan pemudi minangkabau diibaratkan, "Pambao Runtuah Tunggak Nan Lah Rabah". Mereka seakan-akan sangat jauh dari jati diri mereka sebagai penerus ranah minang. Begitu banyak pergeseran yang  terjadi pada saat ini. Jika dahulu minang terkenal dengan baju kurung yang bahkan sampai di jadikan lagu 'baju kuruang', tapi jika kita lihat sekarang keaadannya yang lebih terkenal dengan istilah ' baju kurang'. 

Bagaimana dengan moralnya? Seringkali ketika membaca surat kabar, tak pernah ada putus-putusnya dan bahkan sering menjadi headline utama tentang perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh dilakukan oleh orang minang, apakah budaya malu yang merupakan ciri khas minang itu telah hilang ? Hal tersebut merupakan bukti keterpurukan pemuda-pemudi minangkabau dalam menjaga sikap dan etika sesuai falsafah hidup, "urang awak".

Tatakrama dan kearifan masyarakat minang nan ramah dan elok pun seolah hilang ditelan bumi. Sikap acuh yang ditunjukan pemuda minang merupakan salah satu faktor hilangnya budaya tersebut. "Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago- Nan baiak iyolah budi, nan elok iyolah bahaso" (Yang kuriak ialah kundi, yang merah ialah sago, yang baik ialah budi, yang indah ialah bahasa). 

Namun dalam kehidupan nyata, banyak orang di daerah Minangkabau tampak tak ramah, apalagi bertutur bahasa yang baik. Padahal pepatah itu mengandung ajaran Adat untuk mendidik masyarakatnya berbudi pekerti yang luhur. Kalau demikian, maka relevanlah mereka prihatin dan bergesernya pandangan terhadap nilai-nilai budaya Minangkabau yang mereka yakini sebelumnya sebagai budaya yang tinggi. 

Sikap saling hormat-menghormati kepada orang tua sudah mulai pudar. Kisah "Malin Kundang" hanya menjadi bahan tertawaan oleh pemuda minang saat berani membantah dan melawan kepada orang tuanya. Nasihat orang tua hanya jadi catatan sampah yang berlalu dari telinga kiri keluar ditelinga kanan. 

Batas-batas antara lelaki dan perempuan telah hilang hanya demi satu tujuan, agar terlihat gaul dan tidak ketinggalan zaman. Pemuda yang dulunya tidur di masjid, sekarang hanya angan-angan belaka. 

Bahkan, untuk ke masjid pun tidak pernah untuk melakukan sholat berjamaah. Solidaritas pemuda yang kuat, yang ditunjukan melalui Persatuan Pemuda Negeri yang diwakilkan oleh Karang Taruna, kini telah punah digantikan club/komunitas yang gemar membuang-buang waktu hanya untuk kesenangan dunia serta meresahkan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun