Mohon tunggu...
Dimas Tyo
Dimas Tyo Mohon Tunggu... Jurnalis - S1 - Ilmu Komunikasi

Ssaya adalah seorang Mahasiswa yang berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengambil program studi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tujuan Retorika Dakwah, Menggapai Amar Makruf dan Nahi Mungkar melalui pendekatan Informatif, Persuasif, dan Dialogis

27 Juni 2024   17:54 Diperbarui: 27 Juni 2024   17:57 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin dan Dhimaz Prasetyo Utomo

(Dosen dan Mahasiswa UIN Jakarta)

Tujuan dakwah terekam dalam makna ayat berikut, "Harus ada di antara kamu sekelompok orang yang menyerukan kebajikan, memerintahkan apa yang baik, dan melarang apa yang jahat; merekalah yang berhasil." (QS. Ali Imran/3: 104). Demikian pula "Kamu adalah yang terbaik dilahirkan di antara manusia, karena kamu memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan, dan karena kamu beriman kepada Tuhan.

Jika ahli kitab ini beriman, tentu itu lebih baik bagi mereka. Sebagian dari mereka ada yang beriman dan sebagian besar lagi fasik." (QS. Ali Imran/3: 110).

"Barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya, jiika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman." Kata Nabi Muhammad tentang cara untuk mencapai tujuan dakwah.

Ada tiga tujuan retorika untuk isi pesan, yaitu informatif, persuasif, dan rekreatif. Tujuan lain adalah edukatif dan advokatif. Kelima tujuan ini terkait dengan tujuan dakwah. Amar makruf dan nahi mungkar adalah informasi, persuasi, rekreasi, pendidikan, dan advokasi.

Dalam menyampaikan pesan, retorika setidaknya memiliki dua tujuan, yaitu monolog, dan dialog. Monologica adalah gaya bicara monolog atau satu arah. Sering disampaikan dalam pidato, khutbah, dan ceramah. Dialog adalah gaya percakapan atau dua arah.

Dalam ajaran Nabi, banyak cerita yang mengandung ajaran dialogis ini. Pertama, kitab Fathush Shamad mengutip hadis nabi dari Ibnu Umar. Ibnu Umar meriwayatkan, "Dalam perjalanan, kami menemani Rasulullah. Tiba-tiba seorang Arab mendekat dari pedalaman.

Nabi menjawab dengan bertanya, "Wahai kisanak, mau kemana kamu?" orang itu menjawab, "Saya ingin pulang ke keluarga saya". "Apakah kisanak menginginkan hal-hal yang baik?", Nabi bercanda. Laki-laki itu menjawab, "Apa itu?".

Nabi menjelaskan, "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selai Allah saja. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya". Namun beliau berkata, "Siapakah yang akan menjadi saksi bagimu (meneguhkan) perkataan ini?". Nabi dengan lihai menjawab pertanyaan orang-orang Arab di pedalaman, "Pohon ini atau buah ini".

Di tepi jurang ada pohon. Pohon itu berada di hadapan Nabi untuk menghadapinya saat bumi mendekatkannya. Pohon itu kemudian bersyahadat tiga kali, dan Nabi juga bersyahadat. Setelah itu, pohon itu meninggalkan Nabi untuk kembali ke tempat asalnya.

Kedua, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar mencatat bahwa keislaman Abu Bakar dimulai dengan mimpi dalam kitabnya al-Mawaidz  al-Ushfuriyah. Dia bermimpi melihat matahari dan bulan di kamarnya saat berada di Syam (kini Syiria). Kemudian dia merengkuh bukan dan matahari dengan kedua tangannya.

Dia memeluk keduanya dengan erat. Selain itu, bulan dan matahari terikat pada surbannya untuk tidak pergi. Setelah terbangun, Abu Bakar segera peri mendatangi pendeta Nasrani yang masih menganut iman tauhid untuk bertanya tentang mimpinya.

Di hadapan pendeta, Abu Bakar menceritakan detail mimpi yang dialaminya. Abu Bakar kemudian memintanya untuk menafsirkan mimpi tersebut. Abu Bakar ditanya "Dari mana asalmu?" Abu Bakar menjawab, "Tanah suci" pendeta bertanya lagi, "Dari suku mana?" Abu Bakar menjawab, "Dari suku Taymin".

Selanjutnya pendeta bertanya kepada Abu Bakar, "Apa yang kamu lakukan?" Abu Bakar menjawab, "Berdagang" setelah menanyakan beberapa pertanyaan, pendeta berkata "Dimasamu akan muncul seorang laki-laki asal Bani Hasyim bernama Muhammad al-Amin. Namanya Hasyim dan dia akan menjadi nabi akhir zaman."

"Tanpa dia, Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi termasuk semua yang ada di keduanya. Tanpa ini Allah tidak akan pernah menciptakan Nabi adam, para nabi, dan rasul. Muhammad adalah pemimpin para Nabi dan Rasul. Dia adalah nabi terakhir, dan kamu akan masuk agama Islam yang dibawanya".

"Di masa depan, Anda akan menjadi orang kepercayaan dan juga akan menjadi penggantinya dalam peran kepemimpinan. Inilah arti dari mimpimu." Pungka pendeta itu. "Saya memperoleh informasi tentang tentang sifat dan sifat Muhammad dari kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Sebenarnya saya juga seorang penganut agama. Hanya saja aku menyembunyikannya". Setelah mendengar pendeta menjelaskan ciri-ciri Nabi, hati Abu Bakar luluh dan ingin bertemu Nabi di mekkah. Sesampainya di mekkah, Abu Bakar tidak membuang waktu, ia segera mencari Nabi dan menemukannya.

Sejak pertemuan itu, Abu Bakar semakin mencintai Nabi dan tidak pernah mau berpisah dengannya. Keadaan dalam hati Abu Bakar ini berlangsung lama sekali, hingga pada suatu hari Nabi bertanya kepada Abu Bakar, "Wahai Abu Bakar, setiap hari kamu datang mengunjungiku, biasanya kamu juga duduk bersamaku, tapi kenapa kamu tidak masuk Islam?" Abu Bakar menjawab, "Jika kamu benar-benar seorang Nabi, tentu kamu akan mendapatkan keajaiban". "Apakah keajaiban yang kamu alami dalam mimpimu saat berada di Suriah belum cukup bagimu?".

"Kemudian mimpi itu ditafsirkan oleh seorang pendeta Nasrani yang juga memproklamasikan Islamnya." Tegas Nabi. Kemudian setelah mendengar sabda Nabi, Abu Bakar bersumpah, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa kamu adalah utusan Allah."

Ketiga, masih dalam kitab al-Mawaidz al-Usfuriyah, Syekh Muhammad bin Abi Bakar mengutip hadis Nabi dari Abu Dzar al-Ghifari. Abu Dzar bertanya, "Ya Rasulullah, ajari aku amal yang akan mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Nabi menjawab, "Jika kamu berbuat jahat, berbuat baik." Abu Dzar bertanya lagi, "Apa kebaikan dari kalimat "Laa Illaaha Illahu"?" kemudian Nabi menjawab, "Ya bahkan ayat ini adalah ayat yang paling baik."

Keempat, menurut Abu Hurairah, dia mengaku pernah mendengar Nabi bersabda, "Perbuatan dari seorang tidak akan membawanya ke surga." Para sahabatnya bertanya, "Bukan kamu lagi ya Rasulullah?" dia menjawab, "Saya juga, semua ini hanya berkat rahmat dan rahmat Allah" (HR. Bukhari).

Dari perspektif pedagogi, ada empat tujuan retorika, yaitu koreksi, instruksi, saran, dan pertahanan. Keempatnya dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah di atas.

Secara ringkas, tujuan retorika dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu berbasis konten, metodologis, dan pedagogis. Semuanya dianggap mampu mencapai tujuan dakwah, yaitu amar makruf, dan pemberantasan kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun