Generasi Z, yang lahir antara 1997 hingga 2012, tumbuh di dunia yang sangat terhubung dengan teknologi. Mereka adalah generasi yang sejak kecil sudah mengenal dunia digital, yang memberikan banyak peluang, namun juga menghadirkan tantangan besar, terutama dalam hal kesehatan mental. Meski dunia maya menawarkan banyak manfaat, banyak dari mereka merasa terbebani oleh tekanan sosial, kecemasan tentang masa depan, dan standar yang terus meningkat. Generasi ini sangat terbuka dalam membicarakan masalah kesehatan mental mereka, meskipun masalah tersebut tetap menjadi perjuangan yang tidak mudah.
Tekanan Media Sosial: Berusaha Tampil Sempurna
Bagi banyak anggota Gen Z, media sosial tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga menjadi ajang untuk mendapatkan pengakuan dan diterima dalam komunitas. Namun, platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat sering kali menyajikan gambaran kehidupan yang tampaknya sempurna, yang memicu tekanan untuk selalu tampil ideal. Penelitian dari Pew Research Center (2020) menunjukkan bahwa sekitar 70% remaja merasa stres karena membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial. Hal ini membuat banyak dari mereka merasa tidak cukup baik, tidak secantik atau sesukses orang lain, yang akhirnya berujung pada rasa rendah diri dan kecemasan.
Selain itu, fenomena FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut ketinggalan juga semakin memperburuk keadaan. Banyak remaja yang merasa khawatir jika mereka tidak mengikuti tren atau tidak mengalami pengalaman seru yang tampak di media sosial, yang menciptakan rasa cemas bahwa hidup mereka tidak cukup berarti.
Kecemasan Terhadap Masa Depan: Ketidakpastian yang Menghantui
Selain tekanan dari media sosial, Gen Z juga sangat cemas mengenai masa depan mereka. Mereka hidup di tengah banyak ketidakpastian---mulai dari perubahan iklim yang mengancam hingga ketidakstabilan ekonomi dan politik global. Hal ini menambah kecemasan mereka tentang apa yang akan terjadi di masa depan.
Sebuah survei dari American Psychological Association (2021) mengungkapkan bahwa lebih dari 60% remaja Gen Z merasa khawatir tentang masa depan mereka, termasuk masalah pekerjaan, kondisi keuangan, dan keberlanjutan lingkungan. Ketidakpastian yang dihadapi generasi ini terkait dengan teknologi yang berkembang pesat juga membuat banyak dari mereka merasa kesulitan merencanakan masa depan yang stabil. Selain itu, mereka semakin sadar akan dampak perubahan iklim dan tantangan sosial yang akan mereka hadapi di masa depan, yang memperburuk kecemasan ini.
Membuka Pembicaraan tentang Kesehatan Mental: Menghapus Stigma
Salah satu perbedaan utama yang terlihat pada Gen Z adalah keberanian mereka untuk berbicara terbuka mengenai kesehatan mental. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering merasa malu atau ragu untuk mengungkapkan masalah mental mereka, Gen Z lebih nyaman berbicara tentang kecemasan, stres, atau bahkan depresi. Berdasarkan data dari Mental Health Foundation (2021), sekitar 25% remaja di Inggris mengaku mengalami kecemasan atau stres setidaknya sekali seminggu. Meski pembicaraan tentang kesehatan mental semakin terbuka, banyak dari mereka yang masih kesulitan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Meskipun stigma seputar kesehatan mental mulai berkurang, masih ada tantangan besar dalam hal akses terhadap layanan perawatan mental. Menurut National Alliance on Mental Illness (2022), meskipun banyak remaja yang membutuhkan bantuan, hanya sebagian kecil yang dapat mengakses layanan kesehatan mental yang tepat, terutama bagi mereka yang kurang mampu secara finansial.
Langkah-Langkah Gen Z dalam Merawat Kesehatan Mental