Kurikulum Merdeka telah bertransformasi menjadi Kurikulum Nasional sejak terbitnya Permendikbud nomor  nomor 12 tahun 2024, setelah melalui perjalanan panjang ujicoba dengan nama Kurikulum Merdeka.Â
Perubahan nama sama percis terjadi ketika KBK berubah menjadi KTSP pada tahun 2005. Entah apa pertimbangan sehingga perubahan nama tidak disosialisasikan sejak awal.Â
Ada beberapa yang perlu dicermati dari Kurikulum Nasional dimana menonjolkan profil pelajar Pancasila. Padahal yang menjadi acuan adalah undang undang sistem pendidikan nasional Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.Â
Tujuan pendidikan Nasional tercantum dengan jelas Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepala Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawabÂ
Dalam Profil Pelajar Pancasila sebagai nafas dari kurikulum Nasional terdiri atas 6 dimensi yaitu (1) beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia (2) mandiri (3) bergotong royong 4) berkebhinekaan global (5) bernalar kritis dan (6) kreatif. Â Dalam Profil Pelajar Pancasila belum masuk komponen sehat, cakap, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Artinya Profil Pelajar Pancasila belum mampu mewadahi semua tujuan pendidikan sesuai undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini harus menjadi perhatian dan koreksi dari pemerintah. Pelaksanaan ujicoba juga masih jauh dari harapan. Dimana proses pembelajaran sesuai standar proses yang terdiri atas pembukaan, proses, dan penutup, seringkali tidak sebanding karena guru-guru dalam proses pembelajaran lebih banyak diberikan each breaking. Setidaknya itu semua yang dimunculkan oleh para guru dalammedia sosial yang mereka miliki. Â
Aktivitas masih di dominasi oleh guru. Dan kompetensi guru dalam proses menjadi guru penggerak juga perlu dibenahi secara menyeluruh. Model Pembebukaan pembelajaran, proses pembelajaran, model atau metoda yang digunakan, juga penilaian pada tiga ranah ketrampilan, sikap, dan pengetahuan perlu diperhatikan dalam setiap pelatihan. Masih jauh dari yang diharapkan.
Pola pelatihan dengan menggabungkan guru TK, SD, SMP, dan SMA, juga menjadi persoalan. Cara ini tidak akan manpu untuk meningkatkan kemampuan profesional para guru. Â Sebab yang dibisa dicapai hanya unsur kompetensi sosial, sedangkan pedagogik, profesional, dan kepribadian sangat sulit untuk dicapai.Â
Kenapa? Karena kondisi siswa TK, SD, SMP, dan SMA kondisi dan tingkatan psikologi berbeda-beda yang memerlukan solusi yang berbeda. Karena tidak mungkin mengajar menggunakan pola dan pendekatan yang sama mulai dari TK sampai SMA.Â
Sedangkan guru penggerak satu jenjang tidak dijumpai, sehingga guru SD tidak mungki memberikan masukan yang tepat untuk guru SMA, demikian juga sebaliknya. Jadi pelatihan model guru penggerak masih jauh dari harapan dan perlu mendapatkan perhatian serius dari pelaksana yaitu BGP di setiap provinsi.
Meskipun secara umum pelatihan untuk guru sangat penting dan harus terus didorong. Karena pemerintah daerah sangat minim memberikan pelatihan kepada para guru, kepala sekolah, dan pengawas. Perubahan kuriulum masih jauh panggang dari api, menurut Penulis permasalahan utama pendidikan di Indonesia bukan terletak pada kurikulum, tetapi pada kualitas guru dan kompetensi guru yang perlu didorong dengan pelatihan, workshop, untuk peningkatan kompetensi. Tentu dengan guru yang sejenis agar dapat bertukar kompetensi  pedagogik, kepribadian,  professional, dan sosial.