Mohon tunggu...
Dimas Reo Wahyudi
Dimas Reo Wahyudi Mohon Tunggu... Freelancer - single writer

border enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Fenomena Overwork dikalangan ASN

24 Oktober 2021   12:28 Diperbarui: 24 Oktober 2021   12:41 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari belakang ramai diskusi di jagad maya mengenai problematika kerja yang melebihi ambang batas (overwork). berbagai pendapat baik yang setuju dengan beban kerja tersebut maupun yang tidak setuju (kebanyakan). ramai para netizen menyambi sebagai pakar ketenagakerjaan ikut berkomentar terhadap pembahasan ini. menariknya, isu ini dibahas dari beragam perspektif dan sudut pandang. Mulai dari isu burnout syndrome hingga masalah feminisme pun ikutan nimbrung ada pembahasan ini. problem overwork ini menyasar kaum kaum pekerja baik pada sektor formal ( buruh, karyawan kantor,kurir) juga pada sektor Informal (Ojek daring, pekerja jasa, dll). Namun, satu hal yg luput dibahas adalah problem overwork juga dialami oleh kaum abdi negara juga.Persoalan overwork di aparatur sipil negara memang minim diperbincangkan. Hal ini mungkin bukan dianggap persoalan oleh khalayak ramai dikarenakan semua unsur penunjang kebutuhan hidup para abdi negara ini sudah dipenuhi secara maksimal oleh negara. Juga masyarakat masih menganggap profesi ASN ini merupakan profesi prestisius dan memiliki beban kerja yang sangat ringan hingga dianggap makan gaji buta. Satu sisi saya tidak membantah dan presentase benarnya memang masih tinggi, jika ditelisik memang ada benarnya anggapan masyarakat seperti itu. Sulit untuk membantah persepsi tersebut karena sudah dibangun puluhan tahun. Namun, saya akan mencoba membahas mengapa overwork di kalangan abdi negara ini perlu untuk diketahui secara umum, orang yang bekerja pada instansi pemerintahan dan turunannya bisa kita bagi menjadi dua yaitu ASN dan PNS.

Aparatur Sipil Negara menurut UU no 5 tahun 2014 adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.Sedangkan pegawai negeri sipil adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Dari pengertian tersebut bisa dilihat ada dua tipe profesi terhadap orang-orang yang bekerja di pemerintahan. masing-masing profesi  tersebut terikat kepada satu aturan yang sama yaitu Undang Undang ASN no 5 Tahun 2014. UU ini lah yang menjadi payung hukum keberadaan profesi tersebut di pemerintahan. Berbicara overwork pada profesi PNS dan ASN ini, kita harus merujuk pada peraturan yang menaungi profesi ini yaitu undang -undang dan peraturan pemerintah. Menariknya, tidak satupun peraturan ini yang secara eksplisit membahas mengenai jam kerja dan lembur. Untuk lembur, satu satunya aturan yanng bisa dijadikan rujukan hanyalah peraturan menteri keuangan no 125 tahun 2009 yang memberi defenisi pada lemburdan acuan untuk membayar uang lembur. Peraturan ini jelas sangat riskan dikarenakan selain payung hukum yang masih lemah (peraturan menteri levelnya jauh dibawah UU dan PP) juga masih memungkinkan bias tafsir pada peraturan tersebut. Hal ini dikarenakan lembur yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut hanya spesifik membahas masalah besaran uang yang didapat seorang ASN dan PNS ketika memenuhi jam lembur. Pertanyaannya adalah apakah semua melulu tentang uang? atau apakah pegawai yang terpaksa lembur tersebut layak diganjar dengan uang? atau apakah setiap waktu lembur mendapat uang, dan bagaimana jika tidak?

Banyak instrumen yang bisa dijadikan landasan terhadap isu overwork ini, mulai dari jam kerja berlebih, beban pekerjaan yang tidak setara, waktu tempuh perjalanan dari dan menuju kantor, hingga waktu untuk mendapat hiburan yang tidak ada. Dari instrumen tersebut diatas, saya akan mengambil 2 yang pertama untuk dijadikan isu bahwa overwork ini juga menyerang profesi pada pemerintahan. pertama, beban kerja berlebih;isu ini merupakan hal yang umum dan mayoritas yang bisa didapat para PNS. mulai dari secara teratur pulang kantor lebih lambat dikarenakan pekerjaan yang masih ada hingga karena bos belum pulang tidak boleh pulang duluan. Persoalan ini yang banyak menimbulkan burnout/ kecemasan kerja. Bayangkan secara teratur kita harus sudah mulai bekerja pada pukul 7.30 dan pulang dari kantor pada 18.00 secara teratur setiap hari. Tidak tendensius, situasi seperti ini tidak relevan jika dibanding-bandingkan dengan ragam profesi lain, seperti karyawan BUMN, pegawai bank, kuris paket, atau bahkan Ojek Online. Kita harusnya sepakat bahwa membudayakan work life balance pada setiap aspek profesi haruslah terlaksana. membandingkan ragam profesi dengan profesi lain hanya akan membuat kita berkubang pada situasi yang sama atau bahkan memburuk, ditindas pemilik modal dan penghamba kenaikan jabatan. Tidak sedikit para ASN ini yang harus bekerja hingga larut malam hanya ingin memuaskan birahi atasan terhadap kepuasan kerja yang tidak ada juntrungannya. Belum lagi kerja dibawa kerumah dengan handphone dan whatsapp dalam keadaan stand by hanya untuk memenuhi kata kata yang dinamakan loyalitas. belum lagi sabtu dan minggu harus bekerja di rumah karena alasan erintah atasan dengan tugas mengutak atik Power Point sesuai selera atasan yang sering kalilevel IQ sangat bobrok. ini kita baru berbicara masalah kelebihan jam kerja, belum beban kerja. profesi PNS biasanya memenuhi aspek analisa jabatan. Analisa jabatan ini harusnya bisa menjadi acuan untuk rekrutmen dan mengatasi kelebihan beban kerja namun pada pelaksanaannya, sering kali tidak sesuai analisa jabatan. Siapa yang mau bekerja itu yang ditindas masih sesuatu yang lumrah di kalangan PNS. Bayangin aja, pegawai yang cakap akan sesuatu dilimpahkan pekerjaan yang berlebihan hanya karena dia mampu mengerjakannya. Hal ini sudah menjadi budaya karena para atasan tidak mau pusing membagi beban pekerjaan dan mau ambil aman karena menjadi garansi bila pegawai tersebut yang mengerjakan hasilnya akan baik. bisa dibayangkan bila hanya faktor kesenangan atasan terhadap seoarang pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya, dia diberi pekerjaan tambahan karena pegawai lain dianggap tidak mampu, dan atasan malas mengatur beban kerja. Jadilah seluruh pekerjaan di sebuah kantor tersebut dibebankan kepada satu ata dua orang, sangat ironi bukan??

Budaya overwork pada profesi PNS ini memang sudah terjadi bertahun-tahun. hal ini disebabkan oleh anggapan kuno bahwa bekerja berlebihan tanda seseorang rajin dan pekerja keras hingga bermuara pada kesuksesan. Banyak para atasan masih menghamba pada kerja berlebihan akan membuat seseorang menjadi sukses karena ditempa oleh beban pekerjaan tersebut. bahkan ada jargon di salah satu instansi pemerintahan yang mengatakan, Kerja Keras, Kerja Lebih Keras, Kerja Lebih Keras Lagi. bayangkan jargon ini (meskipun tidak) sangat berimpitan dengan isu perbudakan, karena jargon tersebutlah yang dipakai kaum pemilik modal pada zaman awal revolusi industri untuk "menindas pekerja". Padahal isu overwork untuk segala ragam profesi sudah ramai dibahas di negara barat beberapa dekade lalu. Tapi di Indonesia kita masih setia dengan kerja keras sampe sakit itu mendatangkan kesuksesan. tidak sedikit motivator-motivator pada setiap kesempatan menceritakan backgroundnya dulu dalam bekerja keras hingga titik darah penghabisan mendatangkan kesuksesan pada dirinya. Cerita kesedihan ini selalu diulang-ulang agar heroisme muncul sehingga menghipnotis masyarakat yang ingin ikutan sukses untuk membeli tiket seminar atau sekadar buku tips sukses untuk jadi orang sukses. Menariknya, masih banyak glorifikasi bahwa ASN dan PNS pantas untuk bekerja overwork karena mereka digaji oleh uang rakyat untuk bekerja seperti itu satu sisi tidak bisa dibantah, tapi sisi lainnya apakah jika seorang ASN atau PNS yang terkena Burnout syndrome atau kecemasan kerja yang berujung pada gangguan menta masih bisa kita pantaskan. bekerja secara keras memang sangat mungkin mendatangkan hasil yang bagus dan berujung kesuksesan, tapi apakah kesuksesan dalam bekerja itu hanya karena pengaruh kerja keras? HmHm 


Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun