Ribuan warga dari berbagai daerah di Yogyakarta dan sekitarnya termasuk wisatawan berebut gunungan Grebeg Maulud di halaman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta pada Sabtu, 3 Januari 2015. Prosesi Grebeg Maulud dengan arak-arakan Gunungan adalah puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang rutin digelar setiap tahunnya.
[caption id="attachment_388384" align="aligncenter" width="560" caption="Ribuan warga berebut gunungan"][/caption]
Sejumlah Gunungan termasuk Gunungan Kakung dan Gunungan Putri dikeluarkan dari Kraton Yogyakarta dan diarak menuju sejumlah tempat termasuk Masjid Gedhe Kauman melewati Pagelaran Kraton dan Alun-alun Utara.Gunungan-gunungan tersebut dibuat dari bahan makanan dan hasil bumi seperti sayur-sayuran, kacang panjang, cabai merah, telur, ubi, bunga dan sejumlah jajanan dari ketan yang disusun menyerupai gunung. Hal itu melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah Yogyakarta. Arak-arakan Gunungan dikawal oleh sejumlah kelompok bregodo prajurit berpakaian lengkap dengan senjata seperti tombak dan keris. Selanjutnya sejumlah Gunungan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan oleh ulama yang ditunjuk Kraton.
Antusiasme warga dan wisatawan menyaksikan Grebeg Maulud sangat luar biasa. Sejak pagi hari mereka berkerumun di sepanjang jalan yang dilalui Gunungan. Di Masjid Gedhe Kauman warga bahkan rela berdesak-desakkan demi menyambut datangnya Gunungan. Sementara wisatawan lainnya hanya ingin mengobati rasa penasarannya terhadap Gunungan dan prosesi Grebeg Maulud yang telah menjadi ikon budaya dan tradisi masyarakat Yogyakarta.
Banyak di antara warga dan wisatawan sengaja datang sejak subuh. Beberapa bahkan menginap lebih dulu di halaman masjid. Mereka sengaja datang dari sejumalh daerah seperti Wonosobo, Kebumen, Purworejo. Banyak juga yang merupakan warga Solo raya yang notabene daerah mereka juga memiliki tradisi Grebeg Maulud. Seseorang yang saya temui mengaku lebih memilih datang ke Yogyakarta karena Grebeg Maulud di Yogyakarta lebih meriah.
Tak ada harapan lain bagi mereka kecuali berusaha mendapatkan bagian dari Gunungan. Mereka bahkan rela berjam-jam terpanggang matahari karena harus menunggu Gunungan memasuki halaman Masjid hingga pukul 10.45. Namun hanya sepersekian detik setelah didoakan 4 buah Gunungan langsung diserbu ribuan warga. Meski berdesak-desakkan mereka sangat bersemangat meraih apapun bagian dari Gunungan tersebut. Hasilnya tak sampai 30 menit semua ludes diserbu ribuan manusia.
Tak peduli usia, laki-laki dan wanita semua berebut mendapatkan “uborampe” dari Gunungan di depan mereka. Beberapa di antara mereka terlihat melompat melewati orang-orang di depannya. Sementara yang paling depan tak ingin melewatkan kesempatan meraih puncak Gunungan dengan naik ke atasnya.
Resiko jatuh, terinjak-injak, tersambar bilah bambu Gunungan bahkan kecopetan selama seolah tak dihiraukan asalkan bisa memperoleh ubarampe gunungan. Mereka yang berhasil mendapatkan bagian dari Gunungan biasanya langsung bergegas keluar dari kerumunan. Namun ada juga yang terus berebut mengambil banyak bagian untuk dilemparkan ke orang-orang di belakangnya.
Antusiasme yang tak pernah luntur dari ribuan warga untuk berebut Gunungan tak lepas dari makna sejarah Grebeg Maulud. Selain sebagai bagian dari prosesi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Gunungan juga menjadi simbol welas asih dan persembahan Raja kepada rakyatnya. Banyak warga pun percaya bahwa Gunungan dan semua uborampe yang menyusunnya akan memberikan berkah tertentu bagi mereka. Ada yang mengincar bagian tertentu seperti sayuran dan cabai merah. Tapi mereka yang hanya mendapatkan bilah bambunya pun tetap merasa bahagia. Bagi yang berprofesi sebagai petani bambu itu diyakini akan menjaga tanaman mereka sehingga secara tidak langsung akan mendatangkan berkah pada panen nanti. Demikian halnya dengan beberapa uborampe lainnya bagi sejumlah orang diyakini memperlancar urusan mereka seperti dagangan yang laris hingga cepat menemukan jodoh. Silakan percaya atau tidak. Kepercayaan akan berkah yang dibawa dari setiap uborampe karena Gunungan tersebut dibuat dengan iringan doa dan kembali didoakan oleh ulama sebelum diperebutkan. Tidak mengherankan mereka yang berharap berkah dari Gunungan rela menunggu dalam waktu lama untuk ikut memperebutkannya.
Grebeg Maulud dan Gunungan adalah bagian dari budaya luhur tanah Mataram yang sangat dijaga oleh Kraton dan rakyatnya. Meski ada suara dan anggapan miring mengenai simbol-simbol yang digunakan selama prosesi berlangsung, Grebeg Maulud selalu dinantikan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya setiap tahunnya. Grebeg Maulud dengan Gunungannya bukan semata-mata simbol tapi wujud amalan religi dan budaya serta bersatunya rakyat dengan pemimpin dan tanahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H