Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akhirnya merealisasikan Program vaksinasi sinovac secara nasional. Ia sekaligus menjadi orang pertama yang mendapat giliran untuk divaksin. Kemudian diikuti oleh very importan person negeri ini. Panglima TNI, Menteri Kesehatan, Ketua Umum PB PGRI, Prof.Dr.Unifah Royidi,M.Pd, menjadi rombongan yang mendapat jatah vaksin. Ada lagi 5 artis dan influencer seperti Raffi Ahmad, Ariel Noah, Â Dokter Tirta, dan Bayu Skak, bergabung dalam gerbong awal kegiatan nasional ini.Â
Menarik untuk disimak, dibalik kehadiran sederet nama besar, ada makna tersirat yang bisa ditangkap. Ada semangat baru untuk segera keluar dari jerat - jerat kematian yang menghantui. Kendati belum semua elemen menerima kehadiran vaksin sinovac, tapi dengan munculnya beberapa nama yang merepresentasikan profesinya, bisa menarik gerbong pengikut dibelakangnya.
Efikasi vaksin 65,3 % sudah melampaui dari standar minimal yang dipatok EUA ( Emergency Use Authorization ) dari BPOM Â RI. Inipun sudah mewakili sebuah ikhtiar kolektif yang luar biasa untuk segera terlepas dalam sebuah permasalahan mondial. Kehadiran public figure dalam ruang -- ruang kosong yang butuh pencerahan, sangat membantu untuk keberhasilan sebuah program. Ada kecernderungan setiap anak manusia untuk mengikuti panutannya, mengikuti idolanya.
Pemerintah begitu care dengan ketidaknyamanan ini, menunjukkan peran maksimalnya dengan memberi contoh pada rakyatnya. Sebelum masyarakat mendapat giliran vaksinasi, maka Presiden Jokowi menjadi uswah hasanah ( teladan yang baik ). Sebelum guru -- guru berada pada barisan antrian panjang, Ibunda Unifah, pasang badan untuk meyakinkan para guru. Dengan bergabungnya Raffi Ahmad, paling tidak mewakili dunia hiburan, juga siap menerimanya.
Saya haqqul yakin ini dilakukan dengan kesungguhan bukan membangun pencitraan, tapi benar -- benar ingin menyelesaikan krisis bangsa yang kian menganga. Secara psikologis, sikap Jokowi akan menurunkan tensi kegalauan masyarakat. Cukup bijak, jika sebelum mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu, Presidenlah yang pertama kali melakukannya. Maka dengan pemberian contoh nyata Sang Presiden, akan mempersempit ruang kegagalan terhadap gerakan vaksinasi sinovak ini. Inilah initisari pendidikan keteladanan.
Keberhasilan pendidikan di Indonesia, dimulai dari konsistensi yang mendalam bagi setiap pelaku pendidikan, khususnya guru dan tenaga kependidikan, terhadap apa saja yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Idealnya hal ini dimulai dari pribadi - pribadi yang kemudian dilakukan secara masif dan menyeluruh, ibdak bi nafsik ( mulailah dari diri sendiri ). Sepotong keteladanan akan mampu mengalahkan segerobak kata. Sebagai akumulasi sikap dan tingkah laku, keteladanan akan terpatri dari sikap mutakhirnya dalam menentukan tindakan. Keteladanan adalah makrifat cinta yang menembus batas, ketika sektarian dibangun dibangun di atas sendi -- sendi yang rapuh.
Disinilah pendidikan akan bermakna sebagai media untuk menyemai dan mentransformasikan keilmuan, sedangkan varitas unggulnya adalah keteladanan. Dalam sejarah panjang berdirinya Republik Indonesia, keberhasilan perjuangan founding father berhulu dari keteladanan. Ketika keteladanan tercerabut dari medianya, ia akan kering dan mati. Keberhasilan pendidikan akan jauh panggang dari api.
Keteladanan adalah bahasa dakwah bil amal, yang lebih memiliki daya gigit luar biasa dibanding dengan dakwah bil lisan. Mengapa para pahlawan Indonesia memiliki banyak pengikut setia? Salah satu sebabnya, karena mampu mengedepankan keteladanan, menyatukan antara kata dan perbuatan. Demikian juga mengapa para alim bisa bersemayam di hati umat ? Karena yang ditunjukkan adalah ketulusan yang diterjemahkan dalam perjuangan hidup keseharian jauh dari kepura --puraan. Seorang Kyai pantang berkata dusta atau hanya memupuk citra semata. Tidak. Rata - rata mereka mendedikasikan kemampuannya dalam wujud amal nyata. Karakter yang hidup yang biasanya dibingkai cantik dan diikuti oleh para mengikutnya.
Beberapa hari yang lalu seorang guru mengirim usulan lewat WA secara japri yang meminta PGRI untuk ikut menolak jika guru - guru divaksin sinovac. Dia mengatakan sudah banyak vaksin yang diujicobakan, hasilnya malah berdampak buruk pada korban. Mendengar usulan tersebut, saya jawab, bahwa usulan ini akan diinventarisasi. Terus terang saya tidak bisa serta merta menjawab. Saya berjanji akan menyuarakannya.
Berselang beberapa hari, sesuai rencana, pemerintah meluncurkan kegiatan vaksinasi secara nasional. Sebagai ikhtiar untuk memangkas mata rantai penyebaran civid 19 yang mera merona. Secara pribadi saya cukup gembira, manakala Presiden Indonesia, Joko Widodo, Â siap divaksin. Diikuti orang - orang penting lainnya, seperti Menteri Kesehatan, Panglima TNI, bahkan Ketum PB PGRI, Prof.Dr.Unifah Rosyidi turut bergabung dalam vaksinasi sinovak ini. Deretan ini kian memanjang dengan bergabungnya para seleb dan tokoh --tokoh nasional.
Kehadiran simbol - simbol kenegaraan dan ikon dunia  hiburan dalam program nasional seperti itu akan mampu  menenangkan masyarakat Indonesia. Dengan pemberian contoh nyata sebagai upaya mempercepat penghentian penyebaran covid 19 sedikit banyak akan mengurangi kegalauan masyarakat, yang selama ini dihantui pikiran yang tidak - tidak.
Ketika seorang Presiden RI dengan kesadaran penuh, lambat laun kekhawatiran pada sebagian masyarakat akan segera hilang. Apalagi dukungan kompinen masyarakat terus bertambah, paling tidak dukungan mengalir dari dua ormas Islam terbesar seperti NU dan Muhammadiyah. Demikian pula MUI telah mengeluarkan rekomendasi, bahwa vaksin sinovac adalah sehat dan halal.
Pada sebagian masyarakat masih enggan dan khawatir untuk divaksin. Resistensi terhadap vaksin impor ini sebagai sebuah kewajaran karena trauma dengan kejadian vaksinasi yang berakibat fatal. Memang perlu waktu untuk meyakinkan semua elemen. Pada satu sisi pemerintah bisa membenahi teknik pemberian vaksin, pada sisi lain masyarakat akan menimbang -- nimbang baik buruknya adanya vaksin.
Dalam hal ini pemerintah berada dalam situasi dilematis. Maju kena mundur kena. Maju akan berhadapan dengan penolakan sejumlah kalangan, jika mundur, keadaan semakin parah dan tidak mendapatkan jawaban yang menenangkan. Alih - alih menenangkan, penyebaran covid 19 tidak pilih kasta dan martabat. Dari ruang kantor mewah hingga ke area kumuh dan kotor, mulai terbangun kluster baru.
Gerakan vaksinasi nasional ini sebagai salah satu pintu keluar, sebelum mendapatkan jawaban lain yang lebih sempurna. Ketika covid 19 sebagai public enemy, menumpasnya sejatinya tidak hanya diserahkan pada pundak pemerintah semata. Semua elemen bangsa ini harus berjibaku untuk  bisa keluar dari zona pandemi yang mengerikan ini. Setiap elemen bangsa perlu memposisikan diri sebagai problem solver. Kita bersyukur, pemerintah kita sudah mengelontorkaan trilyunan dana untuk pengadaan vaksin impor ini.
Maka turun gunungnya pejabat sebagai simbol kenegaraan, ia menjadi darah segar bagi jutaan masyarakat yang menginginkan pandemi segera berakhir. Campur tangan kekuasaan dalam menyelamatkan jutaan jiwa selain sebagai kewajiban, hal ini akan menjadi jalan tol menuju kehidupan yang lebih tenang dan menjanjikan.
Demikian pula ketika Unifah Rosyidi mewakili guru dan dunia pendidikan, paling tidak akan meruntuhkan kegalauan yang masih menyelinap di setiap hati para guru. Kecintaan para pemimpin kepada rakyat dan pengikutnya, adalah kedalaman makrifat dalam menterjemahkan tanda -- tanda kekuasaan Tuhan di semesta jagat raya. Adakah vaksinasi sinovac ini merupakan akhir dari era pandemi ? Wallahu a'lam. Manusia hanya wajib berikhtiar, sedang keberhasilan ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H