Oleh : Dimasmul Prajekan*
Ucapkanlah kata Tuhan berkali - kali, Tu - han Tu - han Tu - han,.... . Secara tidak sengaja, Anda akan melafalkannya menjadi han - tu, han tu han tu.
Antara Tuhan dan hantu ada dalam diri kita, ada dalam hidup kita.
Tuhan, adalah tujuan akhir hidup manusia. Ia adalah makna kesempurnaan,keindahan, seni, dan sistem hidup yang mengajak manusia melakukan proses dengan cara - cara langit. Melihat permasalahan dengan kebeningan mata hati, bukan emosi.
Tapi dalam realita, proses menuju Tuhan, menuju kesempurnaan seringkali menggunakan cara - cara hantu. Menyerempet - nyerempet bahaya. Melegalkan segala yang ilegal, membenarkan sesuatu yang tidak benar. Harapan - harapan, ambisi, cita - cita luhur seringkali terdegradasi oleh cara - cara hantu untuk mendapatkannya. Menakut - nakuti, mengintimidasi, mengeksploitasi orang di sekitarnya seringkali digunakan untuk mendapatkannya. Pikiran jernih terkontaminasi rasa sakit yang terus menggerogoti
Ketika asma Tuhan mulai jarang terdengar, jarang dilantunkan, tak menjadi referensi dalam pengambilan keputusan , secara spontan nama hantu akan semakin nyaring kita ucapkan, menjadi jalan hidup, ideologi, yang akan dicangkokkan kepada segenap manusia yang mudah terpesona dengannya.
Hantu menjadi labirin yang diyakini kebenarannya. Mempesona diawal, dan menyesatkan diakhirnya. Setiap potong ambisi akan mencari lorong pembenar agar ideologi hantu dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Ia akan masuk ke dalam hati yang pragmatis, sebagaimana ia akan merasuk pada para pengekor yang mudah tergadai dalam iklim kompetitif.
Maka dalam sebuah iklim kompetisi begitu mudah mengubah pikiran idealis menjadi pragmatis, mengubah teknik - teknik yang dimaui Tuhan menjadi rekayasa yang digandrungi hantu.
Oleh sebab itu kenapa manusia modern sering terperosok ke dalam ambisi, - ambisi, hasrat - hasrat yang meletup - letup, tanpa diimbangi refleksi dan muhasabah, karena terlalu terburu - buru menyalurkan libido hidup pragmatis dan hedonis. Wajar jika sosok Narsaicius mati bukan oleh orang lain, tapi mabuk kepayang akan ketampanan wajahnya sendiri.
Sir Mohammad Iqbal seorang pemikir dan penyair jenius, sering mengkhotbahkan bahwa energi Tuhan dimplementasikan dalam hidup keseharian, mulai dari hidup pribadi hingga menjadi pemimpin negeri. Gelora kekuatan Tuhan yang menjadi segalanya, menguasai lautan, langit,penghuni bumi, seniman, makhluk politisi, kader organisasi, hingga para cecunguk. Semua ada dalam genggamannya. Tapi keMahaKayaannya tidak serta merta memaksakan pada setiap makhluk pada mauNya. Semua dikembalikan kepada kecenderungan setiap hati hambaNya. Mau menanam benih unggul, atau menabur angin? Terserah kepada makhlukNya.
Energi Tuhan yang terbarukan, begitu hangat dalam ide - ide kreatif para hamba sahaya hingga penguasa dan pengusaha. Mereka seringkali menjual konsep - konsep Tuhan, menjadi penerjemah kekuatan spiritualitas , ketika banyak orang merasa kering dengan ego - egonya.Merasa kuasa dengan singgasananya.