Pada tahun 2025, Dunia Internasional Termasuk Indonesia memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA), sebuah momen bersejarah yang menandai solidaritas negara-negara Asia dan Afrika dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Namun, di tengah peringatan ini, Indonesia menghadapi tantangan internal terkait penerapan kebijakan ekonomi neoliberal yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.Â
Konferensi Asia-Afrika 1955: Semangat Anti-Kolonialisme
Konferensi Asia-Afrika pertama kali diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung, Indonesia. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara dari dua benua yang bertujuan untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama dalam menghadapi kolonialisme dan imperialisme. Salah satu hasil penting dari konferensi ini adalah Deklarasi Bandung, yang menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam hubungan internasional, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial, serta penolakan terhadap segala bentuk kolonialisme.Â
Neoliberalisme di Indonesia: Sebuah Tinjauan
Neoliberalisme merujuk pada pendekatan ekonomi yang menekankan liberalisasi pasar, privatisasi aset publik, dan pengurangan peran negara dalam ekonomi. Di Indonesia, penerapan kebijakan neoliberal mulai terlihat sejak era Orde Baru dan berlanjut hingga reformasi. Kebijakan ini mencakup privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), liberalisasi sektor keuangan, dan deregulasi perdagangan. Misalnya, Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal memberikan kemudahan bagi investor asing, termasuk hak penguasaan tanah hingga 95 tahun, yang lebih lama dibandingkan era kolonial Hindia Belanda yang hanya 75 tahun.Â
Dampak Neoliberalisme terhadap Ekonomi Indonesia
Penerapan kebijakan neoliberal di Indonesia telah menimbulkan berbagai dampak, antara lain:
1. Privatisasi Aset Negara: Sejumlah BUMN strategis, seperti Indosat dan Semen Gresik, telah diprivatisasi, yang mengakibatkan berkurangnya kontrol negara atas sektor-sektor vital.Â
2. Liberalisasi Sektor Keuangan: Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia menjadikan BI sebagai lembaga independen yang fokus pada stabilitas moneter, namun mengurangi perannya dalam menyalurkan kredit untuk investasi domestik.Â
3. Kesenjangan Ekonomi: Kebijakan neoliberal telah memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin. Data menunjukkan bahwa pada tahun 1993, omset 14 konglomerat terbesar Indonesia mencapai 83% dari APBN, sementara jumlah penduduk miskin tetap tinggi.Â