Tanpa oposisi, kebijakan pemerintah berisiko tidak dievaluasi secara objektif. Oposisi biasanya menjadi pihak yang menyoroti kelemahan kebijakan dan mendorong perbaikan. Absennya oposisi dapat memperlemah mekanisme evaluasi ini.
2. Kritik yang Tersumbat
Ketidakhadiran oposisi formal dapat menyebabkan kritik dari masyarakat tidak tersampaikan secara efektif. Hal ini berisiko menciptakan keresahan sosial di kalangan masyarakat yang merasa aspirasinya tidak diakomodasi.
3. Potensi Sentralisasi Kekuasaan
Dalam pemerintahan tanpa oposisi, ada risiko sentralisasi kekuasaan pada satu kelompok atau partai. Kondisi ini dapat mengurangi keberagaman pandangan yang penting untuk mendukung kebijakan inklusif.
Studi Kasus: Pemerintahan Lokal Tanpa Oposisi
Beberapa daerah di Indonesia pernah mencoba pendekatan tanpa oposisi, namun hasilnya seringkali tidak memuaskan. Studi tahun 2022 menunjukkan bahwa daerah dengan oposisi yang kuat cenderung memiliki indeks tata kelola pemerintahan yang lebih baik dibandingkan daerah tanpa oposisi. Pemerintah daerah yang menerima kritik cenderung lebih transparan dan akuntabel.
Selain itu, 65% masyarakat mendukung keberadaan oposisi di parlemen lokal sebagai mekanisme kontrol terhadap pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa publik menyadari pentingnya oposisi dalam menjaga keseimbangan kekuasaan.
Solusi dan Harapan untuk Bandung
Kang Farhan sebagai Wali Kota Bandung terpilih memiliki tantangan besar untuk menjaga keseimbangan antara harmoni politik dan prinsip demokrasi. Jika benar tidak ada oposisi di DPRD Bandung, maka harus ada mekanisme alternatif untuk memastikan pengawasan terhadap pemerintah berjalan efektif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Forum Konsultasi Publik