Usulan untuk memindahkan kendali Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau bahkan TNI telah menjadi topik panas dalam diskursus politik Indonesia baru-baru ini. Gagasan yang dicetuskan oleh Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, bertujuan untuk mengurangi potensi intervensi politik dalam tubuh Polri. Namun, wacana ini menuai pro dan kontra, terutama terkait implikasi terhadap reformasi dan demokrasi di Indonesia.
#### Sejarah dan Konteks
Sebelum reformasi 1998, Polri berada di bawah kendali Panglima TNI. Sistem ini memunculkan berbagai masalah, seperti penggunaan aparat untuk kepentingan politik rezim otoriter. Reformasi kemudian memisahkan Polri dari TNI melalui UU Nomor 2 Tahun 2002, menetapkan Polri sebagai institusi independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Namun, beberapa insiden belakangan ini, termasuk dugaan intervensi Polri dalam proses politik, memicu perdebatan soal efektivitas independensi tersebut. PDI-P mengusulkan penempatan Polri di bawah Kemendagri untuk memastikan netralitasnya dalam ajang pemilu dan pilkada.
#### Argumen Pendukung
1. **Pengawasan yang Lebih Ketat**
  Dengan berada di bawah Kemendagri, pengawasan terhadap Polri diharapkan lebih sistematis. Menteri Dalam Negeri, sebagai bagian dari eksekutif, dianggap mampu memberikan arah kebijakan yang lebih jelas dan terukur.
2. **Efisiensi Operasional**
  Polri sebagai bagian dari Kemendagri dapat lebih mudah menyelaraskan tugas dan fungsi dengan pemerintah daerah, terutama dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
3. **Mengurangi Politisasi**