Salah satu agenda utama COP29 adalah implementasi Dana Kerugian dan Kerusakan (Loss and Damage Fund), yang pertama kali disepakati pada COP27 di Mesir. Dana ini bertujuan membantu negara-negara yang paling terdampak oleh krisis iklim, seperti negara-negara kepulauan kecil dan negara berkembang. Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mendorong mekanisme pendanaan ini, baik sebagai penerima manfaat maupun sebagai negara penggerak solidaritas global.
Marhaenisme mengajarkan bahwa solidaritas internasional harus diarahkan untuk membebaskan kaum tertindas dari belenggu ketidakadilan. Dalam konteks perubahan iklim, solidaritas ini berarti memperjuangkan pengalihan dana dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang, sehingga negara-negara miskin memiliki peluang yang sama untuk menghadapi krisis ini.
Energi Terbarukan: Masa Depan Marhaenisme
Transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan adalah salah satu pilar utama mitigasi perubahan iklim. Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi. Namun, investasi pada sektor ini masih tertinggal dibandingkan kebutuhan.
Pendekatan berbasis Marhaenisme menekankan pentingnya menjadikan transisi energi sebagai proyek kerakyatan. Pemerintah dapat memberdayakan koperasi energi di tingkat desa yang memungkinkan masyarakat untuk memproduksi dan mengakses energi terbarukan secara mandiri. Ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyat kecil.
Laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA) menyebutkan bahwa transisi energi terbarukan dapat menciptakan hingga 14 juta pekerjaan baru secara global pada 2030. Dengan pendekatan yang inklusif, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang merasakan manfaat ini.
Peran Pemuda dan Masyarakat Sipil
Peran pemuda dan masyarakat sipil sangat penting dalam perjuangan iklim. Di Indonesia, gerakan pemuda seperti Youth for Climate Action telah aktif mendorong pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih ambisius dalam mengatasi krisis iklim. Semangat ini sejalan dengan Marhaenisme yang menekankan pentingnya kaderisasi generasi muda sebagai agen perubahan.
COP29 juga menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Kolaborasi ini harus diarahkan untuk menciptakan solusi yang konkret dan berkelanjutan, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial.
Kesimpulan
Perubahan iklim adalah tantangan global yang membutuhkan solusi kolektif. Dalam kerangka Marhaenisme, perjuangan melawan krisis iklim adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan keberlanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. COP29 memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan rakyat kecil di panggung internasional, sekaligus mengintegrasikan nilai-nilai Marhaenisme dalam kebijakan lingkungan domestik. Dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan yang jelas, Indonesia bisa menjadi pelopor keadilan iklim yang benar-benar membawa manfaat bagi rakyat banyak.