Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Marhaenisme dan Pilkada Serentak 2024: Mewujudkan Demokrasi untuk Kepentingan Rakyat Kecil

26 November 2024   04:56 Diperbarui: 26 November 2024   05:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kesbangpol.kulonprogokab.go.id

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menjadi salah satu agenda politik paling krusial dalam sejarah demokrasi Indonesia. Dengan jadwal pemungutan suara yang serentak pada 27 November 2024 Esok, Pilkada kali ini mencakup pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah daerah yang akan menggelar Pilkada mencapai 545, terdiri dari 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Keberlangsungan Pilkada 2024 menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali nilai-nilai Marhaenisme sebagai panduan untuk mewujudkan demokrasi yang benar-benar berpihak kepada rakyat kecil.

Prinsip Marhaenisme dalam Demokrasi Lokal

Marhaenisme, sebagai ajaran Bung Karno, menekankan pada pentingnya keberpihakan kepada rakyat kecil atau kaum marhaen. Prinsip ini mengacu pada perjuangan untuk menciptakan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi di tengah dominasi elit dan kapitalisme. Dalam konteks Pilkada 2024, Marhaenisme menawarkan pandangan bahwa demokrasi lokal harus menjadi instrumen untuk memastikan kebutuhan rakyat kecil diprioritaskan, termasuk dalam kebijakan pembangunan, pelayanan publik, hingga alokasi anggaran daerah.

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa Pilkada sering kali masih jauh dari cita-cita Marhaenisme. Tantangan yang dihadapi dalam Pilkada sebelumnya, seperti politik uang, dominasi oligarki, dan rendahnya pendidikan politik masyarakat, mencerminkan betapa sulitnya demokrasi untuk benar-benar menjadi milik rakyat. Oleh karena itu, Pilkada 2024 harus dimanfaatkan sebagai momen untuk memperkuat keberpihakan kepada rakyat kecil, bukan hanya sekadar kompetisi antar elite politik.

Tantangan Demokrasi Lokal di Pilkada 2024

Pilkada Serentak 2024 menghadirkan beberapa tantangan signifikan yang perlu diatasi untuk mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan:

1. Dominasi Politik Oligarki

Biaya politik yang sangat tinggi dalam pencalonan kepala daerah kerap menjadi penghalang bagi kandidat independen atau mereka yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Laporan terbaru menyebutkan bahwa biaya kampanye Pilkada dapat mencapai miliaran rupiah, yang sering kali memaksa kandidat mencari dukungan dari pihak tertentu yang memiliki modal besar. Konsekuensinya, banyak kebijakan daerah lebih berpihak pada kepentingan investor daripada masyarakat kecil.

2. Politik Uang dan Manipulasi Pemilih

Praktik politik uang masih menjadi momok dalam setiap pelaksanaan Pilkada. Data dari Bawaslu menunjukkan bahwa pelanggaran terkait politik uang meningkat pada Pilkada sebelumnya. Hal ini merusak esensi demokrasi karena pemilih cenderung memilih bukan berdasarkan visi-misi calon, tetapi karena insentif material yang diterima.

3. Rendahnya Literasi Politik

Rendahnya tingkat literasi politik di masyarakat menjadi hambatan untuk memahami isu-isu strategis yang dihadapi daerah. Banyak pemilih yang masih belum memahami hak dan tanggung jawab mereka dalam menentukan pemimpin daerah. Ini membuka peluang bagi kampanye manipulatif dan janji politik yang tidak realistis.

4. Minimnya Representasi Kaum Marhaen

Meskipun demokrasi memberi peluang yang lebih luas untuk partisipasi politik, kenyataannya hanya sedikit kandidat dari kalangan marhaen yang mampu bersaing dalam Pilkada. Hal ini disebabkan oleh kendala modal politik, sosial, dan ekonomi yang masih mendominasi arena pemilu.

Data dan Fakta Pilkada 2024

Pilkada Serentak 2024 akan melibatkan lebih dari 67% penduduk Indonesia yang tersebar di seluruh daerah pemilihan. Sebanyak lebih dari 105 juta pemilih diperkirakan akan menggunakan hak pilih mereka. Tingginya partisipasi pemilih diharapkan mampu mendorong legitimasi proses pemilu dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar diinginkan rakyat.

Namun, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa partisipasi pemilih dalam Pilkada sering kali lebih rendah dibandingkan dengan Pemilu Presiden atau Legislatif. Pada Pilkada Serentak 2020, tingkat partisipasi pemilih mencapai 76,09%, lebih rendah dibandingkan Pemilu Presiden 2019 yang mencapai 81%. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat peran kepala daerah sangat vital dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

Langkah Strategis Berbasis Marhaenisme

Untuk menjadikan Pilkada 2024 sebagai momentum perubahan, beberapa langkah strategis berbasis Marhaenisme perlu diterapkan:

1. Memperkuat Regulasi Pemilu

Regulasi yang membatasi biaya kampanye dan memperketat pengawasan terhadap politik uang harus menjadi prioritas. Hal ini dapat menciptakan peluang yang lebih adil bagi kandidat dari berbagai latar belakang.

2. Mendorong Kandidat Independen

Peran kandidat independen harus diperkuat untuk mengurangi dominasi partai politik dalam Pilkada. Kandidat independen sering kali lebih mampu membawa aspirasi rakyat karena tidak terikat oleh kepentingan elite partai.

3. Pendidikan Politik untuk Rakyat

Pemerintah, bersama dengan organisasi masyarakat sipil, perlu meningkatkan program pendidikan politik untuk rakyat. Tujuannya adalah membangun kesadaran kritis dan kemampuan masyarakat untuk menilai calon pemimpin secara objektif.

4. Peningkatan Pengawasan Pemilu

Pengawasan yang lebih ketat oleh Bawaslu dan partisipasi aktif masyarakat dapat mencegah terjadinya kecurangan dalam Pilkada. Transparansi dalam proses pemilu juga menjadi kunci untuk memastikan kepercayaan publik terhadap hasilnya.

Harapan dan Refleksi

Pilkada Serentak 2024 harus menjadi tonggak untuk memperkuat demokrasi lokal yang berorientasi pada keadilan sosial. Semangat Marhaenisme harus dihidupkan kembali melalui kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil dan pemimpin daerah yang benar-benar memahami kebutuhan masyarakat.

Namun, keberhasilan ini tidak hanya bergantung pada kandidat dan penyelenggara pemilu, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat. Pemilih perlu lebih kritis dalam memilih pemimpin dan menolak segala bentuk praktik politik uang. Dengan semangat gotong royong dan keberpihakan kepada kaum marhaen, Pilkada 2024 dapat menjadi bukti bahwa demokrasi adalah alat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.

Pilkada Serentak 2024 adalah kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa demokrasi dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Marhaenisme. Dengan kerja sama semua pihak, kita dapat mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun