3. Rendahnya Literasi Politik
Rendahnya tingkat literasi politik di masyarakat menjadi hambatan untuk memahami isu-isu strategis yang dihadapi daerah. Banyak pemilih yang masih belum memahami hak dan tanggung jawab mereka dalam menentukan pemimpin daerah. Ini membuka peluang bagi kampanye manipulatif dan janji politik yang tidak realistis.
4. Minimnya Representasi Kaum Marhaen
Meskipun demokrasi memberi peluang yang lebih luas untuk partisipasi politik, kenyataannya hanya sedikit kandidat dari kalangan marhaen yang mampu bersaing dalam Pilkada. Hal ini disebabkan oleh kendala modal politik, sosial, dan ekonomi yang masih mendominasi arena pemilu.
Data dan Fakta Pilkada 2024
Pilkada Serentak 2024 akan melibatkan lebih dari 67% penduduk Indonesia yang tersebar di seluruh daerah pemilihan. Sebanyak lebih dari 105 juta pemilih diperkirakan akan menggunakan hak pilih mereka. Tingginya partisipasi pemilih diharapkan mampu mendorong legitimasi proses pemilu dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar diinginkan rakyat.
Namun, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa partisipasi pemilih dalam Pilkada sering kali lebih rendah dibandingkan dengan Pemilu Presiden atau Legislatif. Pada Pilkada Serentak 2020, tingkat partisipasi pemilih mencapai 76,09%, lebih rendah dibandingkan Pemilu Presiden 2019 yang mencapai 81%. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat peran kepala daerah sangat vital dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Langkah Strategis Berbasis Marhaenisme
Untuk menjadikan Pilkada 2024 sebagai momentum perubahan, beberapa langkah strategis berbasis Marhaenisme perlu diterapkan:
1. Memperkuat Regulasi Pemilu
Regulasi yang membatasi biaya kampanye dan memperketat pengawasan terhadap politik uang harus menjadi prioritas. Hal ini dapat menciptakan peluang yang lebih adil bagi kandidat dari berbagai latar belakang.