Menakar Integritas Calon Pimpinan KPK
Proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2024-2029 saat ini sedang berlangsung, dengan Komisi III DPR yang menggelar rangkaian fit and proper test pada 18-21 November 2024. Sebanyak 10 calon pimpinan KPK dan 10 calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) telah diusulkan. Nama-nama tersebut termasuk para profesional, birokrat, dan penegak hukum yang sudah berpengalaman, seperti Poengky Indarti, Fitroh Rohcahyanto, dan Ida Budhiati. Namun, meskipun mereka memiliki rekam jejak yang mumpuni, publik mempertanyakan apakah mereka dapat benar-benar mewakili semangat AMPERA---Amanat Penderitaan Rakyat.
Integritas dan Tantangan Pemilihan
Dalam proses ini, setiap calon diberikan kesempatan untuk memaparkan visi dan misinya selama 90 menit. Komisi III DPR, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Komisi III Habiburokhman, menekankan pentingnya pendalaman visi-misi setiap kandidat untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melanjutkan tugas KPK dalam memberantas korupsi secara efektif. Namun, meskipun ada harapan besar dari publik, tantangan terbesar yang dihadapi oleh Komisi III adalah memilih pemimpin yang tidak hanya kompeten tetapi juga berintegritas, transparan, dan memiliki keberpihakan terhadap rakyat, terutama dalam melawan pengaruh oligarki yang seringkali menyelubungi lembaga-lembaga negara.
Krisis Kepercayaan terhadap KPK
Kepercayaan publik terhadap KPK belakangan ini telah menurun, terutama setelah disahkannya revisi UU KPK pada 2019. Revisi tersebut memberikan batasan terhadap kewenangan lembaga ini, yang selama ini dikenal independen dan berani menindak korupsi dari berbagai kalangan. Meski ada penjelasan dari KPK bahwa mereka tetap dapat beroperasi dengan baik meskipun ada pembatasan, kenyataannya banyak kasus besar yang sebelumnya menjadi sorotan kini tidak lagi mendapatkan perhatian yang sama. Oleh karena itu, pemilihan pimpinan baru yang tidak hanya kompeten, tetapi juga mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Sebagai contoh, meskipun KPK berhasil mengungkap beberapa kasus besar selama beberapa tahun terakhir, seperti dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara, banyak pihak merasa bahwa lembaga ini tidak lagi memiliki daya dorong yang sama. Ketidaksinkronan antara visi internal lembaga dan realitas di lapangan membuat masyarakat mempertanyakan apakah pimpinan KPK saat ini benar-benar dapat bertindak independen tanpa tekanan politik.
Harapan terhadap Pemimpin KPK Berjiwa AMPERA
Harapan rakyat terhadap pimpinan KPK yang akan datang sangat besar. Mereka tidak hanya membutuhkan pemimpin yang cakap dalam bidang hukum dan pemberantasan korupsi, tetapi juga yang memiliki jiwa AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat)---sosok yang benar-benar berpihak kepada rakyat kecil dan mampu bertindak tegas meski harus berhadapan dengan kekuatan politik dan ekonomi yang besar. Pemimpin KPK yang ideal haruslah seseorang yang tidak mudah dipengaruhi oleh kekuatan politik atau oligarki, dan yang bisa menghadirkan keadilan sosial untuk rakyat Indonesia, terutama mereka yang selama ini merasa terpinggirkan oleh korupsi struktural.
Seiring dengan bergulirnya pemilihan ini, masyarakat menginginkan pimpinan KPK yang tidak hanya berbicara tentang integritas tetapi juga membuktikan komitmennya dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang melibatkan penguasa atau perusahaan besar. Pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan dan tidak hanya melihat tugas pemberantasan korupsi sebagai pekerjaan rutin, tetapi sebagai panggilan moral yang harus dijalankan dengan sepenuh hati.