Revitalisasi Taman Pramuka Bandung, proyek yang seharusnya menjadi simbol kemajuan ruang terbuka hijau di kota ini, kini berubah menjadi sorotan negatif akibat dugaan korupsi yang menyeruak. Proyek yang dimulai pada 2019 tersebut mengalokasikan anggaran hingga Rp7 miliar, bersumber dari dana hibah dan kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR). Namun, hingga kini, pembangunan taman tersebut tak kunjung rampung, sementara indikasi kuat penyelewengan dana terus muncul ke permukaan.
Kronologi dan Fakta Kasus
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait kejanggalan dalam pengelolaan dana revitalisasi Taman Pramuka yang mencakup pembuatan fasilitas edukasi dan perbaikan taman. Anggaran yang bersumber dari dana hibah Pemerintah Kota Bandung dan dana CSR, termasuk denda pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dilaporkan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Proyek ini dilaporkan memiliki indikasi penggelapan dana hingga Rp6,5 miliar.
Lebih lanjut, terdapat dugaan bahwa beberapa fasilitas yang diklaim didanai dari proyek ini sebenarnya mendapatkan anggaran tambahan dari APBD. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dalam pengelolaan dana revitalisasi. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa sejumlah lokasi yang semula disebut sebagai penerima manfaat ternyata tidak menerima bantuan apa pun.
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, 19 orang telah dipanggil untuk dimintai keterangan. Mereka terdiri dari aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Bandung, seperti Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) periode 2016-2020, dan beberapa pejabat lainnya. Selain itu, pengurus Gerakan Pramuka, termasuk Ketua Harian dan Sekretaris Kwarda Kota Bandung, juga ikut diperiksa.
Korupsi dan Dampaknya
Korupsi proyek revitalisasi Taman Pramuka tidak hanya menyebabkan kerugian keuangan negara tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Proyek ini dirancang untuk memperbaiki kualitas ruang publik di Bandung, yang terkenal dengan kepadatan penduduknya dan keterbatasan ruang hijau. Ketika proyek semacam ini gagal mencapai tujuannya, masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat langsung akhirnya dirugikan.
Dampak sosial dari kasus ini tidak bisa dianggap remeh. Warga yang sebelumnya mendukung penuh revitalisasi taman kini mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah semakin menurun, terutama jika pelaku-pelaku penyelewengan tidak segera diadili.
Dari sisi ekonomi, kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap dana publik. Sebagai proyek yang melibatkan dana CSR dan dana hibah, seharusnya ada mekanisme pengawasan ketat untuk memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan sesuai dengan perencanaan. Kegagalan ini dapat menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek publik di masa depan.
Langkah-Langkah Penyelesaian