2. Peningkatan Kualitas Perwakilan
Sistem pemilu campuran memungkinkan partai untuk menempatkan kader-kader berkualitas yang mungkin kurang dikenal atau kurang populer di mata masyarakat, tetapi memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan tugas legislatif. Dalam sistem proporsional terbuka seperti yang saat ini diterapkan di Indonesia, kandidat yang menang adalah yang mendapat suara terbanyak.Â
Hal ini seringkali mengakibatkan pemilihan kandidat berdasarkan popularitas, bukan kualitas dan kompetensi. Dengan sistem campuran, suara terbanyak tetap dihargai, namun partai juga memiliki ruang untuk menugaskan kader-kader terbaik mereka, sehingga kualitas perwakilan rakyat di parlemen diharapkan dapat meningkat.
3. Mengurangi Politik Uang dan Dinamika Transaksional
Sistem proporsional terbuka cenderung meningkatkan persaingan antar-kandidat dalam satu partai. Situasi ini sering menimbulkan praktik politik uang karena kandidat merasa harus berusaha keras untuk mendapatkan suara secara individual.Â
Dengan mengadopsi sistem campuran, di mana sebagian kursi dialokasikan berdasarkan pilihan partai, partai-partai memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses penentuan calon anggota legislatif, sehingga dapat menekan praktik-praktik politik uang yang merugikan.
Tantangan dalam Menerapkan Sistem Campuran
Meski sistem ini menawarkan beberapa keunggulan, implementasinya bukan tanpa tantangan. Perubahan ini akan memerlukan edukasi yang cukup bagi pemilih, karena mereka harus memahami perbedaan antara dua suara yang akan mereka berikan: satu untuk kandidat individu dan satu lagi untuk partai.Â
Selain itu, dari sisi penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga-lembaga terkait harus menyiapkan sistem yang lebih kompleks untuk mengelola penghitungan suara dan alokasi kursi.
Dari segi regulasi, perubahan ini juga memerlukan revisi Undang-Undang Pemilu, yang melibatkan banyak pihak dalam proses legislasi, termasuk DPR, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil. Masing-masing pihak mungkin memiliki pandangan dan kepentingan berbeda terhadap perubahan sistem ini. Misalnya, partai besar mungkin lebih menyukai sistem mayoritarian karena menguntungkan mereka dalam memperoleh kursi, sementara partai kecil mungkin lebih mendukung sistem proporsional. Oleh karena itu, proses ini membutuhkan kompromi yang tidak mudah.
Pelajaran dari Negara Lain