Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Lambang GMNI Tetap Banteng, Bukan Gajah Ganesha!

11 November 2024   13:13 Diperbarui: 11 November 2024   13:24 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) merupakan organisasi mahasiswa yang telah lama berdiri di Indonesia, dengan identitas yang kuat sebagai wadah kaum marhaen dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan semangat nasionalisme. Salah satu simbol GMNI yang paling ikonis adalah lambang banteng, yang sejak awal telah menjadi bagian dari jati diri organisasi ini. Memang pada masa awal pendirian nya GmnI sempat gunakan Simbol Ganesha sebagai lambang resminya, tapi pada 1963, kesepakatan semua pihak, GmnI berganti wajah simbol emnjadi Banteng. Belakangan selama 8 tahun terakhir ini muncul wacana atau usulan mengenai perubahan simbol GMNI dari banteng menjadi gajah Ganesha. Meski tampak sederhana, perubahan lambang ini justru sangat fundamental, sebab lambang tidak hanya mewakili gambar, melainkan juga mencerminkan nilai, filosofi, serta sejarah panjang perjuangan organisasi.

Simbol banteng dalam GMNI bukan sekadar binatang dalam arti harfiah. Banteng telah menjadi simbol perjuangan kelas dan kepedulian terhadap kaum marhaen, yang sejak masa kolonial telah menjadi kaum tertindas. Banteng dipilih bukan semata-mata karena hewan tersebut tangguh, tetapi karena banteng mencerminkan semangat perlawanan yang kokoh terhadap ketidakadilan. Dalam pandangan ideologi marhaenisme yang diusung oleh GMNI, banteng adalah simbol keberanian, kesetiaan, dan kekuatan kolektif, yang semua itu merupakan kualitas yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi ketidakadilan dan perjuangan rakyat kecil. Dengan lambang banteng, GMNI tidak hanya menunjukkan komitmennya untuk menjadi pembela kaum tertindas, tetapi juga menegaskan kesetiaannya pada nilai-nilai kerakyatan yang selalu menjadi landasan perjuangan kaum marhaen.

Ide perubahan lambang GMNI menjadi gajah Ganesha, meskipun mengacu pada simbol kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan, berpotensi mengaburkan akar sejarah dan filosofi GMNI. Ganesha, sebagai dewa dalam kepercayaan Hindu, lebih cocok sebagai simbol lembaga pendidikan atau institusi intelektual karena melambangkan kebijaksanaan dan penghalau rintangan. Namun, GMNI adalah organisasi pergerakan yang menjunjung tinggi aksi dan keberanian. Banteng lebih cocok menggambarkan karakteristik ini, yaitu simbol perlawanan yang konsisten, gagah berani, dan siap menghadapi segala tantangan di medan perjuangan.

Dari perspektif ideologis, perubahan lambang dari banteng ke gajah Ganesha bisa dianggap sebagai langkah mundur bagi GMNI. Bung Karno, yang ideologinya banyak menjadi inspirasi bagi GMNI, telah menggunakan banteng sebagai simbol perjuangan rakyat tertindas. Dalam banyak pidato dan tulisan, Soekarno menjelaskan bahwa banteng adalah lambang dari marhaenisme yang ia usung, sebuah ideologi yang lahir dari pengalaman pribadinya ketika menyaksikan penderitaan rakyat kecil, kaum marhaen yang tertindas dan dimiskinkan oleh kolonialisme. Dengan mengganti simbol banteng, GMNI bisa dinilai telah mengabaikan inti dari perjuangan marhaenisme, yang merupakan ideologi pendiri bangsa dan filosofi dasar GMNI.

Tidak dapat dipungkiri, gajah Ganesha memiliki nilai filosofis dan simbolis tersendiri yang berharga. Ganesha adalah lambang kebijaksanaan, keteguhan, dan pemecah segala rintangan. Namun, dalam konteks pergerakan politik dan sosial yang diusung GMNI, simbol tersebut tidak sepenuhnya cocok. GMNI bukan sekadar organisasi yang fokus pada aspek intelektual, melainkan juga organisasi perjuangan yang berkomitmen pada aksi nyata. Sementara banteng dikenal sebagai hewan yang agresif, kuat, dan memiliki naluri pertahanan yang tinggi, sifat-sifat inilah yang justru dibutuhkan oleh organisasi seperti GMNI dalam menghadapi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Dengan tetap menggunakan simbol banteng, GMNI dapat menegaskan posisinya sebagai organisasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh dan selalu siap berjuang di garis depan.

Selain itu, perubahan simbol juga bisa berdampak pada pengaburan identitas dan nilai sejarah organisasi. GMNI bukanlah organisasi yang lahir kemarin; organisasi ini memiliki sejarah panjang yang melekat pada simbol-simbol tertentu. Pergantian lambang dapat membuat generasi baru kehilangan koneksi dengan akar perjuangan GMNI di masa lalu. Banteng sebagai simbol tidak hanya berbicara kepada anggota GMNI saat ini, tetapi juga menjadi penghubung dengan generasi terdahulu yang telah berjuang dengan penuh pengorbanan demi mengangkat suara kaum tertindas. Mengganti simbol banteng dengan gajah Ganesha bisa membuat anggota kehilangan rasa kebanggaan dan keberlanjutan perjuangan yang diwariskan oleh para pendahulu GMNI.

Di sisi lain, beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa perubahan simbol dapat memberikan wajah baru bagi GMNI dan menarik minat generasi muda yang menginginkan simbol lebih modern atau intelektual. Namun, harus diingat bahwa daya tarik GMNI bagi anggotanya bukanlah pada simbol semata, melainkan pada nilai dan prinsip yang dipegang teguh. GMNI akan tetap menarik bagi generasi muda jika organisasi ini tetap konsisten dengan ideologi marhaenis dan terus berperan aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial. Mengubah simbol bukanlah solusi untuk menarik minat generasi muda, justru mempertahankan nilai dan konsistensi perjuangan adalah hal yang lebih penting.

Simbol GmnI Yang Lama/Dokumentasi Pribadi
Simbol GmnI Yang Lama/Dokumentasi Pribadi

Sebagai penutup, GMNI harus mempertahankan lambang banteng sebagai bagian integral dari identitas organisasi. Simbol ini telah menjadi bagian dari perjalanan panjang GMNI, menjadi saksi bisu dari berbagai perjuangan dan aksi yang telah dilakukan untuk kaum marhaen. Dengan tetap mempertahankan lambang banteng, GMNI menegaskan bahwa mereka adalah penerus sejati ideologi marhaenis, yang tidak gentar melawan ketidakadilan, menegakkan hak-hak kaum kecil, dan berdiri kokoh di sisi rakyat. Mengubah simbol ini berarti mengubah inti perjuangan GMNI yang telah diwariskan oleh generasi terdahulu. GMNI harus bangga dengan banteng sebagai lambang, karena ia bukan sekadar hewan, tetapi representasi dari keberanian, ketangguhan, dan kesetiaan pada rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun