Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini terkait UU Cipta Kerja telah menyoroti beberapa poin yang berpotensi mengubah lanskap ketenagakerjaan di Indonesia, terutama bagi kalangan rakyat Marhaen atau pekerja kecil. MK memutuskan untuk mengembalikan beberapa ketentuan yang dianggap krusial bagi perlindungan buruh, seperti batasan lima tahun untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), kewajiban mengutamakan tenaga kerja Indonesia di atas tenaga kerja asing, dan kejelasan dalam sistem outsourcing. Keputusan ini membawa respons beragam, mengingat UU Cipta Kerja dianggap kontroversial karena memberi kelonggaran kepada pengusaha, yang menurut beberapa pihak mengesampingkan hak buruh.
Mengapa Putusan MK Penting Bagi Rakyat Marhaen?
Putusan ini penting karena langsung memengaruhi kesejahteraan dan keamanan pekerjaan rakyat Marhaen. UU Cipta Kerja, sejak diundangkan pada 2020, menuai protes karena mengubah sejumlah aturan ketenagakerjaan demi kemudahan investasi. Salah satu ketentuan yang paling kontroversial adalah perubahan terhadap PKWT yang memungkinkan perpanjangan waktu kerja tanpa batasan jelas. MK kini menetapkan batas lima tahun, yang seharusnya membantu melindungi pekerja kontrak dari ketidakpastian pekerjaan yang berkepanjangan, terutama pekerja kelas bawah yang sering menjadi korban kontrak jangka pendek.
Selain itu, keputusan MK mengutamakan pekerja lokal di atas tenaga kerja asing, mempertegas kebutuhan untuk melindungi lapangan kerja bagi rakyat Marhaen. UU Cipta Kerja sebelumnya dianggap terlalu menguntungkan pengusaha dalam mempekerjakan tenaga asing di posisi tertentu tanpa pertimbangan terhadap tenaga kerja dalam negeri. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan pekerja Indonesia bisa lebih terjamin dalam mendapatkan kesempatan kerja, terutama di sektor-sektor padat karya yang rentan.
Dampak Pada Kondisi Ketenagakerjaan dan Ekonomi Marhaen
Keputusan MK yang mempertahankan hak upah dan pesangon dalam skema yang lebih jelas juga akan memberi dampak positif bagi buruh. Sebelumnya, ketidakpastian mengenai peraturan pesangon sering kali membuat pekerja kehilangan hak mereka ketika terjadi pemutusan hubungan kerja. Kejelasan yang diberikan MK diharapkan dapat mengurangi konflik antara pekerja dan perusahaan terkait hak kompensasi. Selain itu, ketentuan bahwa perusahaan harus menyediakan hari kerja lima hari juga memberi pekerja waktu istirahat yang layak.
Namun, meskipun ada perbaikan di beberapa aspek, kelompok buruh dan organisasi rakyat masih khawatir bahwa UU Cipta Kerja sebagai keseluruhan tetap lebih mengutamakan kepentingan modal. Menurut mereka, perbaikan dari MK ini masih kurang untuk mengatasi dampak-dampak ekonomi yang dirasakan kalangan Marhaen akibat disrupsi yang terjadi pasca disahkannya UU tersebut, terutama di sektor-sektor yang rentan terhadap perjanjian outsourcing.
Bagaimana Rakyat Marhaen Harus Menyikapi Putusan Ini?
Rakyat Marhaen perlu memperhatikan beberapa hal dalam menyikapi putusan ini. Pertama, kesadaran akan hak-hak mereka yang diatur dalam undang-undang adalah hal penting. Para pekerja diharapkan bisa lebih memahami peraturan mengenai PKWT, upah, dan pesangon yang telah diputuskan MK. Melalui pendidikan dan kesadaran hukum, pekerja bisa menghindari penyalahgunaan kontrak dan pemotongan hak dari pihak perusahaan.
Selain itu, pekerja dan serikat buruh disarankan untuk terus mengawal implementasi putusan MK ini. Dalam banyak kasus, peraturan baru di lapangan sering kali tidak sepenuhnya dijalankan oleh perusahaan. Serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan pengusaha terhadap keputusan ini. Jika terjadi pelanggaran, rakyat Marhaen perlu melaporkannya kepada pihak terkait atau memperjuangkannya melalui jalur hukum.