Kekurangan Penyatuan UU Pemilu dan Pilkada
1. Kompleksitas dalam Pelaksanaan
Menyatukan pemilu legislatif, presiden, dan pilkada ke dalam satu UU bisa menimbulkan tantangan dalam pelaksanaannya. Pemilu serentak 2019, misalnya, menunjukkan bahwa penyelenggara, pemilih, serta pengawas pemilu mengalami kebingungan dan kelelahan karena banyaknya kotak suara yang harus dikelola dalam satu hari. Jika pemilu dan pilkada dilakukan bersamaan, maka akan semakin rumit karena perbedaan wilayah pemilihan, jumlah calon, serta kompleksitas penghitungan suara yang berbeda di setiap level. Hal ini dikhawatirkan akan menambah beban penyelenggara dan berpotensi menurunkan kualitas pemilu.
2. Risiko Pusatnya Kekuatan Politik di Nasional
Salah satu tujuan pilkada adalah untuk memberikan kesempatan kepada daerah memilih pemimpin sesuai kebutuhan lokal. Dengan adanya UU yang disatukan, muncul kekhawatiran bahwa kepentingan politik nasional akan lebih dominan dan menutupi aspirasi lokal. Di beberapa kasus, partai politik di tingkat pusat memiliki agenda yang berbeda dengan daerah, sehingga penyatuan UU ini bisa mengurangi independensi daerah dalam memilih pemimpin yang sesuai konteksnya.
3. Potensi Menambah Beban Birokrasi
Meski tujuan penyatuan UU ini adalah penyederhanaan, dalam praktiknya justru bisa menambah beban bagi KPU dan pengawas pemilu lainnya. Dengan satu undang-undang, diperlukan koordinasi lebih intensif antara lembaga pusat dan daerah agar pelaksanaan di tingkat lokal tetap sesuai dengan standar nasional. Hal ini berpotensi memperpanjang proses birokrasi, yang berujung pada penundaan dan kendala teknis dalam persiapan pemilu di daerah.
4. Kurangnya Fleksibilitas Aturan Lokal
Dengan penyatuan UU, aturan yang berlaku akan lebih seragam, namun bisa mengurangi fleksibilitas penyesuaian aturan di daerah. Padahal, setiap daerah memiliki karakteristik pemilih yang berbeda, seperti tingkat pendidikan, akses informasi, dan kondisi geografis. Aturan yang terlalu seragam akan sulit memenuhi kebutuhan spesifik di tiap daerah, dan dapat menyebabkan kendala teknis atau bahkan ketidakpuasan dari pihak lokal.
Fakta dan Data Terkait
Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilu serentak 2019 yang mencakup pemilihan presiden, DPR, DPD, dan DPRD diakui memiliki sejumlah tantangan serius, terutama dari segi beban kerja yang berat bagi penyelenggara dan pemilih. Hal ini menyebabkan munculnya usulan agar pemilu disederhanakan atau dijadwalkan secara terpisah. Untuk pilkada, Kementerian Keuangan mencatat bahwa penyelenggaraan serentak pada 2020 membutuhkan dana hampir Lebih Dari Rp 15 triliun. Dengan menyatukan UU, total anggaran untuk pemilu dan pilkada dapat ditekan, namun masih perlu perhitungan yang cermat agar efisiensi ini tidak mengorbankan kualitas pelaksanaan.