Menggabungkan Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pilkada menjadi satu undang-undang adalah gagasan yang menarik tetapi juga penuh tantangan. Usulan ini mencuat karena adanya kesamaan antara pemilu legislatif/presiden dengan pilkada, baik dari sisi penyelenggara maupun persyaratan untuk peserta. Pemilu dan pilkada sama-sama dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), melibatkan partai politik sebagai peserta, serta memiliki tujuan serupa untuk menjaga hak politik warga negara. Berdasarkan fakta tersebut, muncul anggapan bahwa menyatukan UU Pemilu dan UU Pilkada dapat membawa sejumlah keuntungan dari segi penyederhanaan proses dan regulasi.
Kelebihan Penyatuan UU Pemilu dan Pilkada
1. Efisiensi Administrasi
Penyatuan UU Pemilu dan Pilkada diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, baik dari segi pengelolaan maupun sumber daya. Dengan hanya satu payung hukum, penyelenggara pemilu seperti KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat menerapkan prosedur yang seragam dan efisien, sehingga mengurangi beban administratif. Efisiensi ini juga akan mengurangi biaya negara, mengingat pelaksanaan pemilu membutuhkan anggaran besar. Pada 2019, misalnya, Indonesia mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 25 triliun untuk pemilu nasional, yang mencakup berbagai proses pemilihan di tingkat pusat dan daerah. Dengan menyatukan aturan ini, potensi penghematan anggaran bisa terjadi karena koordinasi yang lebih sederhana.
2. Penyederhanaan Regulasi
Regulasi yang lebih sederhana dan seragam dapat mengurangi potensi kebingungan di lapangan. Saat ini, aturan pemilu dan pilkada terpisah dan mengatur aspek yang kadang saling tumpang tindih. Dengan satu UU yang mengatur pemilu dan pilkada, proses sosialisasi bagi penyelenggara, peserta, serta pemilih bisa dilakukan lebih efektif. KPU dapat menyusun standar teknis yang sama untuk berbagai jenis pemilihan, sehingga meminimalisir risiko interpretasi yang berbeda di setiap daerah atau pemilihan.
3. Konsistensi Perlindungan Hak Pemilih
Melalui penyatuan UU, pemerintah dapat lebih fokus pada perlindungan hak pilih masyarakat, termasuk kelompok rentan. Keseragaman aturan berarti standar perlindungan hak pemilih di setiap daerah menjadi sama, misalnya dalam hal akses bagi penyandang disabilitas atau pemilih di daerah terpencil. Di sisi lain, regulasi yang seragam juga memperjelas prosedur dalam menyikapi pelanggaran hak pilih yang mungkin terjadi.
4. Percepatan Implementasi Teknologi Pemilu
Teknologi seperti e-voting atau e-rekapitulasi semakin menjadi perbincangan dalam pemilu Indonesia, terlebih untuk efisiensi dan akurasi penghitungan suara. Dengan UU terpadu, pengembangan dan implementasi teknologi ini dapat dilakukan lebih mudah karena KPU tidak perlu menyesuaikan aturan untuk dua UU yang berbeda. Penerapan teknologi dalam pemilu yang lebih modern akan membantu mempercepat perolehan hasil serta menurunkan risiko kecurangan.