Kedua, proses distribusi manfaat dari Tapera masih perlu diawasi agar benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan. Pengalaman dari berbagai program bantuan sosial di Indonesia menunjukkan adanya masalah dalam hal distribusi, seperti ketidakakuratan data penerima manfaat, lambannya proses birokrasi, hingga potensi korupsi yang membuat manfaat program tidak dirasakan oleh mereka yang paling membutuhkan. Dalam hal ini, prinsip keadilan sosial ala Marhaenisme mengharuskan negara untuk memastikan bahwa program seperti Tapera benar-benar memprioritaskan rakyat kecil, dan bukan sekadar menjadi alat untuk memfasilitasi mereka yang sudah mampu.
Ketiga, ada potensi bahwa kebijakan Tapera dapat lebih berpihak pada sektor perbankan atau pengembang properti besar ketimbang rakyat kecil itu sendiri. Beberapa analisis menyebutkan bahwa program kredit perumahan yang didorong melalui Tapera akan melibatkan bank-bank besar, yang pada akhirnya bisa memaksimalkan keuntungan mereka melalui bunga kredit yang dibebankan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Jika ini terjadi, maka program ini dapat melenceng dari semangat Marhaenisme, yang seharusnya memihak rakyat kecil dan menghindari eksploitasi ekonomi.
Data dan Fakta Terbaru
Berdasarkan data BP Tapera, hingga pertengahan 2023, jumlah peserta Tapera telah mencapai sekitar 4,3 juta orang, mayoritas di antaranya adalah ASN dan pekerja formal dari sektor swasta. Namun, partisipasi pekerja informal dalam program ini masih sangat rendah, padahal mereka merupakan kelompok yang paling rentan terhadap masalah perumahan. Dalam laporan terbaru, BP Tapera juga menyatakan bahwa mereka sedang menjajaki mekanisme untuk meningkatkan inklusi pekerja informal, namun belum ada langkah konkret yang jelas hingga saat ini.
Sementara itu, Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) melaporkan bahwa kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat besar. Pada 2023, backlog perumahan di Indonesia mencapai sekitar 12,71 juta unit. Ini menunjukkan bahwa meskipun program Tapera berjalan, kebutuhan akan perumahan layak masih jauh dari terpenuhi.
Kesimpulan
Marhaenisme, sebagai ideologi yang memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat kecil, seharusnya menjadi dasar dalam setiap kebijakan publik, termasuk Tapera. Meskipun program Tapera menawarkan solusi bagi masalah perumahan, implementasinya perlu terus dipantau agar tidak melupakan tujuan utama yakni kesejahteraan rakyat kecil. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak memberatkan kaum marhaen, serta mengatasi kendala distribusi dan inklusi, terutama bagi pekerja informal yang paling membutuhkan akses terhadap perumahan layak. Jika prinsip-prinsip ini diterapkan dengan baik, Tapera bisa menjadi wujud nyata dari semangat Marhaenisme di era modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H