Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023 menunjukkan bahwa 82,73% populasi Indonesia telah terhubung ke internet, namun masih ada kesenjangan digital yang nyata, terutama di daerah-daerah pedesaan dan terpencil. Marhaenisme dapat menawarkan perspektif dalam mengatasi kesenjangan ini dengan memperjuangkan hak akses terhadap teknologi bagi seluruh rakyat Indonesia. Peningkatan literasi digital, penyediaan infrastruktur teknologi di daerah terpencil, serta dukungan terhadap usaha kecil berbasis teknologi adalah langkah-langkah konkret yang sesuai dengan prinsip Marhaenisme.
4. Tantangan Politik Oligarki
Dalam konteks politik, Marhaenisme menghadapi tantangan besar dalam era oligarki yang mendominasi politik Indonesia saat ini. Kekuasaan politik yang terkonsentrasi pada segelintir elit ekonomi dan politik menjadi hambatan serius bagi terwujudnya keadilan sosial. Penelitian dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2023 menunjukkan bahwa 60% pendanaan kampanye partai politik di Indonesia berasal dari sumber-sumber pribadi para elite bisnis, yang sering kali memiliki kepentingan ekonomi di baliknya.
Dalam situasi ini, Marhaenisme menawarkan jalan keluar dengan mendorong kedaulatan politik rakyat. Keterlibatan aktif masyarakat dalam proses politik, penguatan organisasi rakyat, serta desentralisasi kekuasaan menjadi kunci dalam melawan dominasi oligarki. Kaum Marhaen harus didorong untuk tidak hanya menjadi objek dari kebijakan, tetapi juga sebagai subjek yang aktif dalam merumuskan dan mengontrol jalannya pemerintahan.
5. Pendidikan dan Kesadaran Kelas
Marhaenisme juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat pembebasan. Tantangan saat ini adalah bagaimana menciptakan kesadaran kelas di kalangan kaum Marhaen, yang sering kali dipecah belah oleh politik identitas atau narasi yang memecah persatuan rakyat kecil. Pendidikan yang mengedepankan kesadaran kritis dan sejarah perjuangan rakyat menjadi penting untuk membangun solidaritas di antara kaum Marhaen, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa pada 2022, angka partisipasi sekolah pada usia 16-18 tahun hanya mencapai 70,22%, yang berarti masih ada sekitar 30% anak muda Indonesia yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA atau sederajat. Marhaenisme, yang memperjuangkan pendidikan untuk semua, harus mendorong reformasi pendidikan yang tidak hanya memperluas akses, tetapi juga memberikan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan rakyat kecil.
Kesimpulan: Marhaenisme Sebagai Solusi Alternatif
Marhaenisme tetap relevan sebagai ideologi yang berjuang untuk keadilan sosial di tengah perubahan zaman. Dengan tantangan globalisasi, krisis lingkungan, ketimpangan digital, dan oligarki politik, Marhaenisme dapat memberikan jawaban dengan memperkuat ekonomi kerakyatan, mendorong keberlanjutan lingkungan, memfasilitasi akses teknologi yang merata, serta melawan oligarki melalui partisipasi politik yang lebih luas. Dalam era yang penuh dengan ketidakpastian ini, Marhaenisme dapat menjadi alat perjuangan yang membawa harapan baru bagi rakyat kecil dalam mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H