Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada dan Mandat Kesejahteraan Rakyat Marhaen: Sebuah Tinjauan Kritis

26 September 2024   15:15 Diperbarui: 26 September 2024   15:38 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ayobacanews.com/

(Menyambut Kampanye Pilkada 2024 Yang Sudah Dimulai)

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) telah menjadi instrumen demokrasi yang penting dalam politik Indonesia. Dengan pelaksanaan Pilkada secara langsung, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin lokal yang dianggap paling layak memimpin mereka. Di satu sisi, Pilkada adalah wujud dari demokrasi partisipatif, di mana rakyat dilibatkan secara langsung dalam proses pemilihan. Namun, di sisi lain, pertanyaan besar yang harus kita tanyakan adalah: sejauh mana Pilkada telah memenuhi mandat kesejahteraan rakyat, khususnya kaum marhaen?

Demokrasi Pilkada dan Harapan Kesejahteraan

Dalam konteks demokrasi Indonesia, Pilkada diharapkan menjadi alat yang mampu menghadirkan pemimpin yang memiliki kepekaan sosial tinggi dan berpihak pada kepentingan rakyat. 

Pilkada seharusnya bukan hanya soal menang-kalah dalam pemilu, melainkan juga tentang bagaimana pemimpin yang terpilih membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan marhaen, yaitu rakyat kecil yang hidupnya bergantung pada kerja keras sehari-hari.

Kaum marhaen yang terpinggirkan sering kali menjadi objek politik daripada subjek yang memiliki kuasa. Mereka dijadikan mesin suara untuk kepentingan politik elit, sementara kesejahteraan yang dijanjikan sering kali hanya sebatas retorika kampanye. Padahal, mandat utama seorang pemimpin daerah adalah memajukan ekonomi lokal, memastikan akses pendidikan, dan memberikan pelayanan kesehatan yang merata. Namun, kenyataannya masih banyak pemimpin yang gagal menunaikan tanggung jawab ini.

Pilkada dan Ketimpangan Sosial

Masalah kesejahteraan marhaen sangat erat kaitannya dengan struktur politik dan ekonomi yang tidak adil. Pilkada sebagai instrumen politik masih sering dijadikan ajang perebutan kekuasaan tanpa memperhatikan substansi dari kesejahteraan rakyat. Pemimpin yang terpilih sering kali lebih fokus pada upaya mempertahankan kekuasaan daripada memperjuangkan hak-hak rakyat.

Salah satu masalah utama dalam Pilkada adalah politik uang yang masih marak terjadi. Bagi masyarakat marhaen yang ekonominya terbatas, politik uang ini sering kali menjadi tawaran yang sulit ditolak. Di sisi lain, para calon pemimpin yang mengandalkan politik uang lebih cenderung mementingkan kepentingan kelompok elit yang mendanai kampanye mereka daripada benar-benar memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.

Ketimpangan sosial semakin tajam karena janji-janji kesejahteraan tidak pernah diwujudkan dengan nyata. Banyak daerah yang memiliki potensi ekonomi besar namun masih tertinggal karena kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat. Rakyat marhaen, yang seharusnya menjadi pusat perhatian dalam kebijakan publik, justru terjebak dalam lingkaran kemiskinan akibat kurangnya perhatian dari pemimpin daerah yang terpilih.

Marhaenisme Sebagai Solusi

Dalam konteks ini, penting untuk menghidupkan kembali semangat marhaenisme dalam setiap proses politik, termasuk Pilkada. Marhaenisme, yang diusung oleh Soekarno, menempatkan rakyat kecil sebagai subjek utama dalam perjuangan politik. 

Kesejahteraan rakyat marhaen harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan publik. Pilkada harus dijadikan momen untuk memastikan bahwa pemimpin yang terpilih adalah mereka yang benar-benar memiliki komitmen pada kesejahteraan rakyat kecil.

Pemimpin yang betul betul berjiwa marhaenis sejati adalah pemimpin yang memahami kebutuhan rakyatnya, yang merasakan langsung penderitaan rakyat kecil, dan yang bekerja keras untuk memperbaiki kondisi hidup mereka. Bukan pemimpin yang hanya memperkaya diri sendiri atau kelompoknya. 

Pemimpin yang berjiwa marhaenis akan memastikan bahwa pembangunan ekonomi daerah tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit, tetapi juga oleh seluruh rakyat, terutama mereka yang berada di garis terdepan dalam menggerakkan roda ekonomi, yakni para petani, nelayan, buruh, dan pekerja informal lainnya.

Tantangan dan Harapan

Tentu saja, mewujudkan Pilkada yang berpihak pada kesejahteraan rakyat marhaen bukanlah hal yang mudah. Sistem politik Indonesia masih dipenuhi dengan oligarki yang menguasai sebagian besar arena politik. 

Partai-partai politik sering kali lebih mementingkan kepentingan pragmatis mereka dibandingkan memperjuangkan aspirasi rakyat kecil. Namun, tantangan ini bukan alasan untuk menyerah. Justru, tantangan ini harus dijadikan motivasi untuk terus berjuang.

Kita memerlukan reformasi politik yang mendalam agar Pilkada benar-benar mampu melahirkan pemimpin yang pro-rakyat. Salah satu cara adalah dengan memperkuat pengawasan terhadap proses Pilkada, termasuk menindak tegas praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, masyarakat marhaen juga harus terus diberdayakan secara politik agar mereka tidak lagi menjadi objek politik, melainkan menjadi subjek yang memiliki kuasa.

Pendidikan Politik untuk Rakyat

Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat marhaen melalui Pilkada, pendidikan politik memegang peranan penting. Masyarakat harus diberi pemahaman tentang hak-hak politik mereka, tentang pentingnya memilih pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas. 

Rakyat harus didorong untuk tidak tergiur oleh janji-janji kosong atau iming-iming uang dari para calon pemimpin yang tidak memiliki visi yang jelas untuk kesejahteraan mereka.

Pendidikan politik yang baik akan mengurangi ketergantungan rakyat pada politik uang dan membuat mereka lebih kritis dalam memilih pemimpin. Dengan demikian, Pilkada bisa menjadi instrumen yang benar-benar demokratis, di mana rakyat memilih bukan berdasarkan tekanan atau iming-iming materi, tetapi berdasarkan pertimbangan yang matang akan visi dan misi calon pemimpin.

Kesimpulan

Pilkada adalah kesempatan emas bagi rakyat marhaen untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan bagi kesejahteraan mereka. Namun, kesempatan ini sering kali disalahgunakan oleh para elit politik yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kesejahteraan rakyat. 

Oleh karena itu, perlu ada upaya bersama untuk menghidupkan kembali semangat marhaenisme dalam politik Indonesia. Rakyat marhaen harus menjadi subjek dalam politik, bukan sekadar objek. Dengan begitu, Pilkada akan benar-benar menjadi instrumen untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan semata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun