Abraham Geiger (1810-1874) adalah seorang rabbi Yahudi dan cendekiawan yang dikenal sebagai salah satu pemikir utama di balik gerakan Reformasi Yahudi. Namun, di samping peran pentingnya dalam sejarah Yahudi, Geiger juga dikenang karena karyanya yang kontroversial tentang Islam, khususnya kritiknya terhadap historisitas Al-Qur'an. Melalui karya utamanya yang berjudul Was hat Mohammed aus dem Judenthume aufgenommen? (Apa yang diadopsi Muhammad dari Yudaisme?), Geiger mengajukan serangkaian argumen yang menyoroti kemiripan antara Al-Qur'an dan teks-teks Yahudi. Geiger menyatakan bahwa banyak elemen dalam Al-Qur'an berasal dari Yudaisme dan bahwa Nabi Muhammad terinspirasi oleh tradisi Yahudi dalam menciptakan doktrin Islam.
Tulisan Geiger menjadi penting dalam diskursus kritik orientalis terhadap Al-Qur'an dan Islam, yang menantang klaim tradisional Muslim tentang wahyu ilahi dan autentisitas Al-Qur'an sebagai firman Tuhan yang murni. Meskipun pandangan Geiger mendapat tanggapan keras dari kalangan Muslim, mereka juga telah memicu diskusi intelektual penting mengenai bagaimana kita memahami hubungan historis antara Islam, Yudaisme, dan Kristen.
Kritik Terhadap Historisitas Al-Qur'an
Salah satu pendekatan utama Geiger terhadap kritiknya adalah melalui analisis historis. Geiger berusaha menempatkan Al-Qur'an dalam konteks historis abad ke-7 di Arab, dengan tujuan menunjukkan bahwa teks tersebut adalah produk dari lingkungan budaya dan intelektual pada masa itu, bukan wahyu yang murni dari Tuhan. Ia berargumen bahwa Nabi Muhammad hidup di masyarakat yang dipengaruhi oleh tradisi Yahudi dan Kristen, dan bahwa banyak ajaran dalam Al-Qur'an mencerminkan pengaruh ini.
Salah satu contoh yang diajukan Geiger adalah kisah-kisah para nabi yang terdapat dalam Al-Qur'an, seperti kisah Musa (Moses), Ibrahim (Abraham), dan Yusuf (Joseph). Menurut Geiger, banyak dari kisah-kisah ini mirip dengan cerita-cerita yang terdapat dalam Talmud dan literatur Yahudi lainnya. Ia menekankan bahwa kisah-kisah ini sudah menjadi bagian dari tradisi Yahudi jauh sebelum munculnya Islam, sehingga menurutnya, Muhammad kemungkinan besar mengambil cerita-cerita ini dan menyesuaikannya dalam Al-Qur'an.
Geiger juga menyoroti penggunaan istilah-istilah tertentu dalam Al-Qur'an yang memiliki asal-usul dalam bahasa Ibrani atau Aram. Ia berpendapat bahwa banyak dari istilah-istilah ini berasal dari tradisi Yahudi, dan penggunaannya oleh Muhammad menunjukkan bahwa ia telah dipengaruhi oleh konsep-konsep teologis Yahudi. Misalnya, Geiger mencatat bahwa istilah "Jannah" (surga) dalam Al-Qur'an memiliki kemiripan dengan istilah "Gan Eden" dalam bahasa Ibrani, yang juga berarti taman Eden atau surga.
Tuduhan Plagiarisme dan Reaksi Muslim
Geiger, dalam analisisnya, secara tidak langsung menuduh Muhammad melakukan plagiarisme terhadap teks-teks Yahudi dan Kristen. Menurutnya, Muhammad tidak membawa ajaran yang benar-benar baru, melainkan menyerap unsur-unsur yang sudah ada dalam tradisi keagamaan sebelumnya dan mengadaptasikannya untuk membentuk Islam. Tuduhan ini tentu saja menuai kritik keras dari kalangan Muslim, yang menganggap Al-Qur'an sebagai wahyu yang orisinal dari Tuhan, diturunkan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril.
Para cendekiawan Muslim menanggapi argumen Geiger dengan beberapa cara. Pertama, mereka menunjukkan bahwa meskipun ada kesamaan antara Al-Qur'an dan teks-teks Yahudi atau Kristen, hal ini tidak berarti bahwa Al-Qur'an menyalin dari sumber-sumber tersebut. Sebaliknya, kesamaan ini dijelaskan sebagai bukti dari wahyu Tuhan yang universal, di mana pesan-pesan inti dari Tuhan diturunkan kepada banyak nabi sepanjang sejarah, termasuk Musa, Yesus, dan Muhammad.
Kedua, para sarjana Muslim menekankan bahwa Al-Qur'an memberikan perspektif yang berbeda dan lebih lengkap tentang kisah-kisah nabi yang ada dalam Yudaisme dan Kristen. Misalnya, sementara cerita tentang Musa dan Firaun ada dalam Alkitab, Al-Qur'an memberikan detail yang berbeda yang tidak ditemukan dalam teks-teks Yahudi atau Kristen. Ini menunjukkan bahwa Muhammad tidak sekadar menyalin dari sumber-sumber sebelumnya, tetapi menerima wahyu baru yang mengoreksi atau melengkapi cerita-cerita yang ada.