Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Luce Irigaray: Maskulinitas Bahasa

24 September 2024   03:39 Diperbarui: 24 September 2024   04:03 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.sanglah-institute.org/2019/11/feminisme-posmodern-luce-irigaray.html?m=1

Luce Irigaray adalah seorang filsuf dan feminis asal Belgia yang karya-karyanya mengubah cara kita memandang hubungan antara bahasa, gender, dan kekuasaan. Salah satu gagasan terpenting yang ia kembangkan adalah bagaimana bahasa, seperti yang kita kenal saat ini, mencerminkan dan memperkuat dominasi maskulinitas dalam masyarakat. Dalam artikelnya yang berjudul Speculum of the Other Woman (1974) dan This Sex Which is Not One (1977), Irigaray menjelaskan bahwa bahasa merupakan alat yang mendasari struktur patriarkal, yang sering kali mengabaikan atau bahkan menekan representasi perempuan. Maskulinitas bahasa adalah konsep yang meneliti bagaimana bahasa itu sendiri, melalui strukturnya, mencerminkan dan memperkuat dominasi pria dalam budaya, pemikiran, dan interaksi sosial.

Bahasa sebagai Representasi Maskulin

Menurut Irigaray, bahasa dalam masyarakat patriarkal tidak hanya bersifat netral tetapi sarat dengan bias gender yang mendukung kekuasaan pria. Ia berpendapat bahwa bahasa, sebagai sistem tanda dan simbol, telah dikonstruksi melalui pengalaman pria dan untuk mewakili perspektif pria. Ketika perempuan menggunakan bahasa ini, mereka beroperasi dalam sistem yang secara fundamental tidak mencerminkan pengalaman atau subjek mereka. Ini berarti bahwa perempuan, dalam menggunakan bahasa yang tersedia, dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kategori dan struktur maskulin.

Irigaray juga mengacu pada karya Sigmund Freud dan Jacques Lacan tentang psikoanalisis untuk menekankan bagaimana bahasa dan budaya membentuk identitas gender. Lacan, misalnya, mengidentifikasi bahasa sebagai Law of the Father (hukum ayah), di mana subjek hanya dapat mengakses bahasa dengan mengidentifikasi diri mereka dengan aturan maskulin. Ini menempatkan perempuan dalam posisi yang terpinggirkan, di mana pengalaman mereka tidak diartikulasikan secara langsung dalam bahasa yang dominan.

Maskulinitas Bahasa dalam Struktur Simbolik

Struktur simbolik dalam bahasa sering kali merujuk pada kategori biner yang berfungsi untuk memisahkan hal-hal ke dalam kelompok yang berlawanan, seperti pria vs wanita, aktif vs pasif, rasional vs emosional, dan sebagainya. Irigaray melihat bahwa pasangan-pasangan biner ini tidak setara: yang pertama (maskulin) selalu lebih unggul, sedangkan yang kedua (feminin) dianggap sebagai yang subordinat. Dengan demikian, bahasa tidak hanya mendefinisikan tetapi juga memperkuat perbedaan hierarkis antara pria dan wanita, di mana wanita sering kali direduksi menjadi "yang lain" atau "yang kurang".

Salah satu kritik utama Irigaray terhadap psikoanalisis dan filsafat tradisional adalah bahwa keduanya cenderung menggunakan bahasa untuk menciptakan perempuan sebagai objek. Perempuan tidak diakui sebagai subjek dengan pengalaman yang independen dan valid, tetapi dilihat melalui lensa kebutuhan dan hasrat pria. Dengan kata lain, perempuan hanya memiliki tempat dalam bahasa dan budaya jika mereka berfungsi untuk mendukung struktur maskulin.

Ketiadaan Representasi Tubuh Perempuan

Dalam karyanya This Sex Which is Not One, Irigaray membahas ketiadaan representasi tubuh perempuan dalam bahasa. Tubuh pria dan pengalaman pria secara historis telah menjadi norma dalam diskursus filosofis dan ilmiah, sementara tubuh perempuan sering diabaikan atau direduksi menjadi peran biologisnya semata, seperti reproduksi. Irigaray mengajukan pertanyaan kritis: Bagaimana tubuh perempuan dapat direpresentasikan dalam bahasa yang diciptakan oleh pria untuk pria?

Bagi Irigaray, tubuh perempuan memiliki cara berbeda untuk mengalami dunia, terutama melalui sensualitas dan relasi dengan yang lain. Pengalaman ini sulit untuk diartikulasikan dalam bahasa yang didominasi oleh logika maskulin yang menekankan rasionalitas, kontrol, dan objektivitas. Ia menyerukan untuk "bahasa tubuh perempuan" yang lebih menghargai pengalaman dan sensualitas perempuan, sebuah bahasa yang lebih cair, plural, dan tidak terikat oleh struktur kaku maskulinitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun