**Marhaenis dan Soekarnois Wajib Coblos Kotak Kosong di Pilkada 2024!**
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 sudah di depan mata. Euforia politik mulai terasa, dengan berbagai calon yang diusung oleh partai-partai politik bersaing memperebutkan kursi kekuasaan di tingkat daerah. Namun, di tengah gegap gempita demokrasi ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah pilihan kita dalam Pilkada ini benar-benar mencerminkan semangat perjuangan rakyat kecil? Sebagai seorang Marhaenis dan Soekarnois, kita perlu merenungkan kembali posisi kita dalam dinamika politik ini.
Sejak kemunculan kotak kosong sebagai opsi dalam Pilkada, banyak pihak menganggapnya sebagai bentuk perlawanan simbolis terhadap dominasi politik oligarki. Kotak kosong menawarkan alternatif bagi rakyat yang merasa bahwa kandidat yang tersedia tidak mewakili kepentingan mereka. Bagi seorang Marhaenis dan Soekarnois, memilih kotak kosong dapat menjadi pernyataan tegas terhadap praktik politik yang semakin menjauh dari prinsip-prinsip kerakyatan yang diperjuangkan oleh Bung Karno. Mengapa demikian?
### 1. **Krisis Kepemimpinan Berbasis Ideologi**
Sebagai seorang Marhaenis dan Soekarnois, kita meyakini bahwa pemimpin haruslah sosok yang berkomitmen terhadap kepentingan rakyat, khususnya kaum marhaen---rakyat kecil yang tertindas secara ekonomi dan politik. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak calon kepala daerah yang diusung bukan karena mereka memiliki visi kerakyatan yang kuat, melainkan karena kepentingan pragmatis partai atau kelompok elit tertentu. Alih-alih berjuang untuk keadilan sosial, mereka lebih sering terjebak dalam lingkaran oligarki yang semakin kuat di negeri ini.
Bung Karno dalam ajarannya selalu menekankan pentingnya kepemimpinan yang berdiri di atas prinsip Pancasila, khususnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, dalam Pilkada 2024, banyak kandidat yang jauh dari semangat tersebut. Mereka lebih cenderung mengedepankan retorika populis tanpa langkah nyata untuk mewujudkan kesejahteraan bagi kaum marhaen. Dalam konteks ini, memilih kotak kosong adalah bentuk penolakan terhadap kandidat yang tidak memiliki keberpihakan ideologis yang jelas.
### 2. **Penolakan Terhadap Politik Transaksional**
Marhaenis dan Soekarnois menentang segala bentuk politik transaksional. Politik semacam ini hanya akan melanggengkan kekuasaan bagi kelompok elit yang jauh dari rakyat kecil. Dalam Pilkada 2024, banyak calon yang diduga kuat terlibat dalam politik uang, dimana suara rakyat "dibeli" dengan iming-iming materi sementara komitmen mereka terhadap kesejahteraan rakyat hanya sebatas janji kampanye.
Bung Karno dalam perjuangannya selalu mengedepankan pentingnya politik yang bersih dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun, apa yang kita lihat saat ini adalah kenyataan yang jauh dari cita-cita tersebut. Uang dan kekuasaan menjadi alat utama dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin daerah. Oleh karena itu, dengan memilih kotak kosong, kita menyatakan perlawanan terhadap sistem politik yang mengutamakan uang daripada kesejahteraan rakyat.